Tuesday, August 28, 2018

HAKIKAT ISLAM DAN SYIRIK.



Pertama : Hakikat Islam


Allah Subhanahu Wa Taala berfirman:
ﻓَﺈِﻥْ ﺣَﺎﺟُّﻮﻙَ ﻓَﻘُﻞْ ﺃَﺳْﻠَﻤْﺖُ ﻭَﺟْﻬِﻲَ ﻟِﻠَّﻪِ ﻭَﻣَﻦِ اﺗَّﺒَﻌَﻦِ ۗ ﻭَﻗُﻞْ ﻟِﻠَّﺬِﻳﻦَ ﺃُﻭﺗُﻮا اﻟْﻜِﺘَﺎﺏَ ﻭَاﻷُْﻣِّﻴِّﻴﻦَ ﺃَﺃَﺳْﻠَﻤْﺘُﻢْ ۚ ﻓَﺈِﻥْ ﺃَﺳْﻠَﻤُﻮا ﻓَﻘَﺪِ اﻫْﺘَﺪَﻭْا ۖ ﻭَﺇِﻥْ ﺗَﻮَﻟَّﻮْا ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻚَ اﻟْﺒَﻼَﻍُ ۗ ﻭَاﻟﻠَّﻪُ ﺑَﺼِﻴﺮٌ ﺑِﺎﻟْﻌِﺒَﺎﺩ

Bila mereka menghujjah kamu, maka katakanlah: Saya serahkan wajah saya hanya kepada Allah dan begitu juga orang yang mengikutiku menyerahkan wajahnya kepada Allah saja. (QS. Ali Imran [3]: 20)
Di sini disebutkan bahwa hakikat Al Islam adalah menghadapkan wajah sepenuhnya kepada Allah, dalam arti menujukan seluruh peribadatan, ketundukan, keberserahdirian hanya kepada Allah Subhanahu Wa Taala
Andaikata orang beribadah kepada Allah dan menujukannya kepada Allah, akan tetapi menuju kepada yang lain juga, maka berarti dia tidak menghadapkan wajah sepenuhnya kepada Allah, berarti dia belum muslim
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab menjelaskan: Bila amalan kamu seluruhnya ditujukan kepada Allah maka kamu ini orang yang bertauhid, dan bila ada penyekutuan di dalamnya terhadap makhluk maka kamu ini adalah orang musyrik

Allah Subhanahu Wa Taala berfirman:
ﺑَﻠَﻰٰ ﻣَﻦْ ﺃَﺳْﻠَﻢَ ﻭَﺟْﻬَﻪُ ﻟِﻠَّﻪِ ﻭَﻫُﻮَ ﻣُﺤْﺴِﻦٌ ﻓَﻠَﻪُ ﺃَﺟْﺮُﻩُ ﻋِﻨْﺪَ ﺭَﺑِّﻪِ ﻭَﻻَ ﺧَﻮْﻑٌ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﻭَﻻَ ﻫُﻢْ ﻳَﺤْﺰَﻧُﻮﻥ

(Tidak), barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, sedang ia berbuat baik, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (QS. Al Baqarah [2]: 112)
Ayat: menyerahkan diri sepenuhnnya adalah sama dengan menyerahkan wajah sepenuhnya, dan ayat berbuat baik (muhsin) maksudnya adalah mengikuti tuntunan Rasul.
Di sini disebutkan bahwa Islam adalah menghadapkan wajah sepenuhnya kepada Allah Subhanahu Wa Taala disertai dengan ihsan (ittiba = mengikuti) apa yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.
Ibnul Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah mengatakan Al Islam: Islam itu adalah mentauhidkan Allah, ibadah hanya kepada Allah tidak ada sekutu bagi-Nya. Iman kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengikuti apa yang dibawa oleh Rasul. Bila hal-hal ini tidak dibawa oleh seorang hamba maka dia bukan seorang muslim.(Thariqul Hujratain, 452).
Karena tidak memenuhi keberserahan diri kepada Allah dan tidak disertai dengan ihsan kepada tuntunan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.

Kemudian firman-Nya Subhanahu Wa Taala :
ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺴَﻦُ ﺩِﻳﻨًﺎ ﻣِﻤَّﻦْ ﺃَﺳْﻠَﻢَ ﻭَﺟْﻬَﻪُ ﻟِﻠَّﻪِ ﻭَﻫُﻮَ ﻣُﺤْﺴِﻦٌ ﻭَاﺗَّﺒَﻊَ ﻣِﻠَّﺔَ ﺇِﺑْﺮَاﻫِﻴﻢَ ﺣَﻨِﻴﻔًﺎ ۗ ﻭَاﺗَّﺨَﺬَ اﻟﻠَّﻪُ ﺇِﺑْﺮَاﻫِﻴﻢَ ﺧَﻠِﻴﻼ

Dan siapakah yang lebih baik diennya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mukhlis (muhsin/ittiba) , dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus ? (QS. An Nisaa [4] : 125)
Pasal
Pasal ini akan mengutarakan syarat-syarat Islam atau syarat-syarat Laa ilaaha illallaah
Al ILMU (ilmu)

Allah Subhanahu Wa Taala berfirman:
ﻓَﺎﻋْﻠَﻢْ ﺃَﻧَّﻪُ ﻻَ ﺇِﻟَٰﻪَ ﺇِﻻَّ اﻟﻠَّﻪُ
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadati kecuali Allah (QS. Muhammad [47]: 19)

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda: Siapa yang mati sedangkan ia mengetahui bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadati selain Allah, dia pasti masuk surga (HR Muslim)
Kedua dalil di atas menjelaskan tentang syarat pertama diterimanya Laa ilaaha illallaah, yaitu al ilmu, mengetahui makna kandungan daripada Laa ilaaha illallaah. Seseorang harus mengetahui makna Laa ilaaha illallaah.
Banyak orang mengetahui terjemahannya tapi tidak mengetahui maknanya, jika orang yang pernah mengkaji tauhid mengartikannya: tidak ada tuhan yang berhak diibadati selain Allah, sedangkan orang yang mengetahui sebatas terjemahannya mengatakan: tidak ada Tuhan selain Allah.
Sedangkan maknanya adalah harus mengetahu hakikat uluhiyyah dan ubudiyyah, hakikat ibadah yang hanya boleh ditujukan kepada Allah, sehingga ketika orang mengucapkan Laa ilaaha illallaah itu maka dia berada di atas ilmu, yaitu mengetahui apa yang harus dia tinggalkan dan apa yang harus dia lakukan.
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah menjelaskan bahwa Laa ilaaha illallaah menuntut orang muslim dari menafikan empat hal, yaitu: Arbab, Alihah, Andad dan Thaghut. Dan berikut ini adalah penjelasannya:
ALIHAH.
Alihah adalah kata jamak dari ilah yang artinya tuhan. Syaikh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan secara khusus tentang definisi ilah atau tuhan ini: Sesuatu yang engkau tuju dengan suatu hal dalam rangka tolak bala ,atau meminta manfaat.
Contoh: Batu besar... batu dituju oleh orang dengan suatu hal (yaitu sesajian atau yang sejenisnya), berarti batu itu dituju oleh orang dengan maksud meminta manfaat atau meminta dijauhkan dari bala (bencana). Maka di sini batu itu telah menjadi ilah selain Allah atau telah dipertuhankan selain Allah.
Contoh: Pohon besar... orang datang ke pohon itu dengan membawa sesajian atau berupa sembelihan atau yang semisalnya. Maka ini pasti ada maksudnya, karena tidak mungkin orang membawa atau menyimpan sesaji-sesajian di pohon tersebut tanpa ada maksud, sedang ini tidak akan lepas dari dua hal: minta untuk penolakan bala atau minta manfaat. Ini berarti pohon tersebut telah diperlakukan sebagai ilah (tuhan) selain Allah oleh orang tersebut.
Contoh: Kuburan... ia di tuju oleh orang dengan suatu permintaan, dan ini tidak akan lepas dari dua hal, jika tidak meminta manfaat maka ia minta ditolakkan dari bala, ketika orang datang ke kuburan yang dikeramatkan itu maka berarti dia telah menjadikan kuburan tersebut sebagai ilah (tuhan) selain Allah Subhanahu Wa Taala.
Contoh: Jin... ketika orang mau membangun sebuah rumah, kemudian ada yang mengatakan bahwa tanah atau daerah yang akan dipakai untuk membangun rumah tersebut ada penunggunya, lalu orang yang membangun rumah tersebut segera membawa sembelihan ayam atau ternak apa saja untuk dikuburkan di tanah tersebut.
Berarti di sini, dia menuju ke yang menunggu tersebut (jin) dengan sesuatu hal (tumbal sembelihan) dengan maksud agar ketika menempati rumah tersebut dia tidak diganggu oleh jin si penunggu tersebut... dan contoh lain yang mana antum juga bisa mengetahuinya jika dihubungkan dengan realita.
Jika orang tidak mengetahui bahwa ketika dia membuat tumbal atau sesajian itu adalah bentuk penuhanan selain Allah, atau bentuk mempertuhankan selain Allah, maka berarti sebenarnya dia belum memahami makna laa ilaaha illallaah, dan jika dia belum memahami makna laa ilaaha illallaah maka dia itu belum muslim.
Oleh karena itu aneh sekali apabila ada orang yang mengudzur para pelaku syirik akbar karena kebodohan, karena justeru di antara syarat laa ilaaha illallaah adalah memahami atau mengetahui makna laa ilaaha illallaah.
Sedangkan jika orang melakukan kemusyrikan karena ketidaktahuannya berarti dia belum memahami makna laa ilaaha illallaah, dengan kata lain dia belum merealisasikan salah satu syarat laa ilaaha illallaah, yaitu al ilmu, dan jika demikian maka Islamnya belum sah.
Ini adalah makna Alihah, kata jamak dari ilah yang artinya tuhan-tuhan selain Allah, yaitu orang dituntut untuk meninggalkan atau berlepas diri dari pada ilah-ilah atau tuhan-tuhan selain Allah Subhanahu Wa Taala.
Dan ketika orang mengucapkan laa ilaaha illallaah akan tetapi dia belum meninggalkan hal-hal tadi maka dia belum mengamalkan laa ilaaha illallaah ini.
ARABAB.
Arbab adalah kata jamak dari Rabb yang artinya pengatur, maka dari itu Allah disebut Rabbul alamin yang artinya Tuhan Pengatur alam semesta.
Rabb adalah pengatur. Ini berarti berhubungan dengan aturan atau undang-undang.

Karena Allah yang menciptakan alam semesta, maka Allah-lah yang berhak menentukan hukum, baik itu hukum kauni (hukum alam) maupun hukum syariy, karena Allah adalah Rabbul alamin
Sebagai konsekuensi daripada laa ilaaha illallaah, maka kita harus menafikan rububiyyah (pengaturan) dari selain Allah Subhanahu Wa Taala, tidak ada yang berhak untuk mengatur, tidak ada yang berhak untuk menentukan hukum, aturan, undang-undang selain Allah, karena Allah adalah Rabbul a'lamin.

Ketika sifat ini diberikan kepada selain Allah, maka ini berarti telah memberikan salah satu sifat Allah kepada makhluk-Nya. Jadi, orang yang mengklaim bahwa dirinya berhak untuk membuat hukum atau undang-undang maka berarti dirinya itu telah memposisikan dirinya sebagai tuhan.
Dan orang yang mengikuti aturan orang yang mengklaim berhak membuat hukum tersebut berarti telah beribadah kepada kepada si arbab (para pengaku tuhan selain Allah) tersebut.
Kita akan mengetahui makna Rabb dari firman Allah Subhanahu Wa Taala berikut ini
:
اﺗَّﺨَﺬُﻭا ﺃَﺣْﺒَﺎﺭَﻫُﻢْ ﻭَﺭُﻫْﺒَﺎﻧَﻬُﻢْ ﺃَﺭْﺑَﺎﺑًﺎ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻥِ اﻟﻠَّﻪِ ﻭَاﻟْﻤَﺴِﻴﺢَ اﺑْﻦَ ﻣَﺮْﻳَﻢَ ﻭَﻣَﺎ ﺃُﻣِﺮُﻭا ﺇِﻻَّ ﻟِﻴَﻌْﺒُﺪُﻭا ﺇِﻟَٰﻬًﺎ ﻭَاﺣِﺪًا ۖ ﻻَ ﺇِﻟَٰﻪَ ﺇِﻻَّ ﻫُﻮَ ۚ ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻪُ ﻋَﻤَّﺎ ﻳُﺸْﺮِﻛُﻮﻥ

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai arbab (tuhan-tuhan) selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka diperintahkan kecuali mereka hanya menyembah Tuhan Yang Esa, tidak ada ilah (Tuhan yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. At Taubah: 31)
Dalam ayat ini Allah memvonis orang Nashrani dengan lima vonis:
#Mereka telah mempertuhankan para alim ulama dan para rahib
#Mereka telah beribadah kepada selain Allah, yaitu kepada alim ulama dan para rahib
#Mereka telah melanggar Laa ilaaha illallaah
#Mereka telah musyrik.
Para alim ulama dan para rahib itu telah memposisikan dirinya sebagi rabb.
Imam At Tirmidzi meriwayatkan, bahwa ketika ayat ini dibacakan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam di hadapan Adiy Ibnu Hatim (seorang sahabat yang asalnya Nashrani kemudian masuk Islam), Adiy Ibnu Hatim ketika mendengar ayat-ayat ini dengan vonis-vonis tadi, maka Adiy mengatakan : Kami (orang-orang Nashrani) tidak pernah beribadah kepada alim ulama dan rahib (pendeta) kami,
Jadi maksudnya dalam benak orang-orang Nashrani adalah; kenapa Allah memvonis kami telah mempertuhankan mereka atau kami telah beribadah kepada mereka padahal kami tidak pernah shalat atau sujud atau memohon-mohon kepada mereka.
Maka Rasul mengatakan: Bukankah mereka (alim ulama dan para rahib) menghalalkan apa yang telah Allah haramkan terus kalian ikut menghalalkannya, dan bukankah mereka telah mengharamkan apa yang Allah halalkan terus kalian ikut mengharamkannya?.
Lalu Adiy menjawab: Ya, Rasul berkata lagi: Itulah bentuk peribadatan mereka (orang Nashrani) kepada mereka (alim ulama dan para rahib).
Jadi, orang-orang Nashrani merasa bahwa yang namanya ibadah itu adalah shalat, ruku, sujud, mereka tidak merasa bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah sebagai bentuk kemusyrikan, mereka juga tidak menyadari bahwa sikap setuju dan mengikuti dalam pengharaman apa yang telah Allah halalkan dan penghalalan apa yang Allah haramkan itu adalah sebagai bentuk kemusyrikan.
Di antara faidah yang bisa diambil dari hadits di atas adalah bahwa vonis MUSYRIK di dalam ayat tersebut bukanlah dengan sebab mereka shalat atau sujud kepada alim ulama dan para rahib mereka, akan tapi dikarenakan ketika alim ulama membuat hukum atau mengaku berhak membuat hukum, terus hukumnya diikuti, ditaati dan di komitmeni oleh orang-orang yang ada di bawahnya, maka Allah memvonis hal itu sebagai bentuk peribadatan. Jadi yang namanya arbab itu adalah yang membuat hukum selain Allah atau yang mengaku berwenang membuat hukum selain Allah Subhanahu Wa Taala.
Arbab adalah tuhan-tuhan. pengatur yang membuat hukum selain Allah, dan dalam surat At Taubah: 31 ini alim ulama dan para rahib adalah mereka yang membuat hukum di samping Allah taala, kemudian hukum buatannya itu diikuti oleh orang-orang Nashrani tersebut, maka perbuatannya ini (membuat hukum) artinya telah memposisikan dirinya sebagai arbab (tuhan-tuhan pengatur selain Allah).
Sedangkan orang yang mengikuti hukum tersebut atau komitmen untuk mentaatinya dan merujuk kepada hukumnya itu maka Allah memvonisnya sebagai orang-orang yang telah beribadah kepada alim ulama (ahli ilmu) dan para rahib (para pendeta), atau dengan kata lain Allah memvonisnya sebagai orang musyrik.
Jadi, konsekuensi daripada Laa ilaaha illallaah ini adalah berlepas diri dari segalapembuat hukum selain Allah dan berlepas diri dari setiap hukum selain yang bersumber dari Allah Subhanahu Wa Taala.
Maka jika orang tidak memahami bahwa penyandaran hukum kepada selain Allah itu adalah termasuk kemusyrikan dan termasuk pelanggaran terhadap Laa ilaaha illallaah berarti keislamannya belum sah.
ANDAD.
Andad adalah kata jamak daripada nidd yang artinya tandingan, maksudnya di sini adalah sesuatu yang memalingkan kamu dari Islam (tauhid), dan ini bisa berbentuk harta, isteri, anak, suku/adat atau tanah air. Allah Subhanahu Wa Taala befirman:
ﻓَﻼَ ﺗَﺠْﻌَﻠُﻮا ﻟِﻠَّﻪِ ﺃَﻧْﺪَاﺩًا ﻭَﺃَﻧْﺘُﻢْ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻮﻥ
Janganlah kamu menjadikan andad selain Allah sedangkan kamu mengetahui(QS. Al Baqarah [2]: 22)
Contoh: Seorang ayah punya anak yang sakit, dia sudah berobat ke mana-mana, kemudian dia putus asa dan akhirnya karena ada yang menyarankan untuk pergi ke dukun akhirnya dia pergi ke dukun tersebut dan diapun mengikuti apa yang disarankan si dukun itu, maka si anak ini telah menjadi andad bagi si ayah yang menjerumuskannya ke dalam kekafiran, dan ketika dia mengikuti apa yang disarankan si dukun demi kesembuhan anaknya itu, maka berarti dia sudah keluar dari Islam karena sudah melanggar laa ilaaha illallaah.
Contoh: Atau umpamanya orang tahu bahwa demokrasi itu syirik, sumpah untuk loyalitas kepada hukum thaghut itu syirik, akan tetapi karena gaji bulanan dan berbagai tunjangan yang menggiurkan, akhirnya dia mengikrarkan sumpah setia kepada hukum thaghut ini supaya mendapakannya. Ini berarti kecintaan kepada dunia telah memalingkan dia dari tauhid dan Islam, dunia telah menjadi andad bagi dia.
Sebagai konsekuensi daripada laa ilaaha illallaah, maka orang harus menjauhi hal-hal seperti itu, jangan sampai hal tersebut memalingkan orang daripada tauhid.
THAGHUT.
Laa ilaaha illallaah menuntut untuk menafikan dan berlepas diri dari thaghut. Thaghut diambil dari kata thughyan yang artinya melampaui batas.
Batas makhluk adalah beribadah, batas makhluk adalah mengikuti aturan Allah, batas makhluk adalah memutuskan dengan hukum Allah, batas makhluk adalah berposisi di batas makhluk, tidak mengklaim atau mengaku mengetahui hal yang ghaib apalagi memposisikan diri sebagai Tuhan atau mengklaim berwenang membuat hukum. Batas makhluk adalah mengajak untuk beribadah kepada Allah.
Ketika batas ini dilampaui; di mana orang yang seharusnya mengajak untuk beribadah hanya kepada Allah tapi dia malah mengajak untuk membuat tumbal, sesajian, atau untuk melaksanakan hukum buatan manusia atau untuk mengikuti sistem selain syariat Allah atau mengajak untuk menganut idiologi selain ajaran Islam, maka hal itu adalah thaghut.
Begitu juga orang yang seharusnya mengikuti aturan Allah, tapi dia malah membuat hukum selain hukum yang Allah turunkan, maka sipembuat hukum itu juga adalah thaghut.
Orang yang seharusnya memutuskan dengan apa yang Allah turunkan ─karena dia sebagai makhluk Allah─, akan tetapi dia malah memutuskan dengan selain apa yang Allah turunkan maka dia juga adalah thaghut.
Allah menetapkan bahwa pengetahuan terhadap yang ghaib itu hanya milik Allah, akan tetapi ketika orang mengklaim bahwa ia mengetahui hal yang ghaib, maka ia telah memposisikan dirinya sebagai tuhan dan dia telah melampaui batasannya sebagai makhluk, sedangkan konsekuensi daripada laa ilaaha illallaah adalah kita harus menafikan hal-hal tersebut.
Jadi firman Allah:
ﻓَﺎﻋْﻠَﻢْ ﺃَﻧَّﻪُ ﻻَ ﺇِﻟَٰﻪَ ﺇِﻻَّ اﻟﻠَّﻪُ
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadati kecuali Allah (Muhammad: 19), adalah penegasan prihal kewajiban untuk mengetahui kandungan makna kalimat tauhid ini, yang mana ini adalah syarat sah baginya, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam: Siapa yang mati sedangkan ia mengetahui bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadati selain Allah, dia pasti masuk surga (HR Muslim)
Ini adalah syarat Laa ilaaha illallaah yang pertama.
2. IKRAR.
Allah Subhanahu Wa Taala berfirman:
ﻭَﻗُﻠْﻨَﺎ اﻫْﺒِﻄُﻮا ﺑَﻌْﻀُﻜُﻢْ ﻟِﺒَﻌْﺾٍ ﻋَﺪُﻭ
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami (Al Baqarah: 136)
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda: Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa ilaaha illallaah Muhammad Rasulullah (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah)
Ini adalah syarat yang kedua. Setelah orang mengetahui maknanmya, maka selanjutnya dia harus ikrar (mengucapkannya), yaitu mengucapkan Laa ilaaha illallaah Muhammad Rasulullah. Allah Subhanahu Wa Taala memerintahkan katakanlah, maka berarti Allah memerintahkan untuk mengatakannya dan demikian juga dalam hadits yang telah lalu.
Para ulama sepakat bahwa; orang yang mampu mengucapkan Laa ilaaha illallaah Muhammad Rasulullah akan tetapi dia tidak mengucapkannya, maka dia belum muslim walaupun dia mengetahui makna Laa ilaaha illallaah.
Ini seperti Abu Thalib paman Rasulullah, di mana dia mengetahui makna Laa ilaaha illallaah dan dia juga meyakini kebenaran Laa ilaaha illallaah, akan tetapi dia tidak mau mengikrarkannya maka dia tidak memenuhi syarat ini.
Akan tetapi orang yang terlahir dari keluarga yang muslim, maka ketika sudah dewasa dia tidak diharuskan untuk mengucapkannya sebagai pertanda masuk Islam sebagaimana yang disyaratkan oleh sebagian orang atau kelompok tertentu, karena dia terlahir di atas fithrah, kemudian kedua orang tuanya tidak menyelewengkan dia kepada Yahudi atau Nashrani atau yang lainnya. Sehingga tidak disyaratkan apabila dia sudah dewasa untuk mengucapkan Laa ilaaha illallaah Muhammad Rasulullah. Dan tidak pernah ada satu atsarpun yang mengharuskan hal ini, dan tidak pernah seorang sahabatpun melakukannya terhadap anak-anak mereka dalam rangka mengislamkan mereka.
3. YAKIN.
Allah Subhanahu Wa Taala berfirman:
ﺇِﻧَّﻤَﺎ اﻟْﻤُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ اﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮا ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﺛُﻢَّ ﻟَﻢْ ﻳَﺮْﺗَﺎﺑُﻮا
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu (QS. Al Hujurat [49]: 15)
Tidak ragu artinya yakin, maka syarat yang ketiga daripada Laa ilaaha illallaah adalah yakin, yaitu meyakini makna dan kebenaran akan Laa ilaaha illallaah. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam mengatakan dalam hadits Muslim dari Abu Hurairah radliyallahuanhu: Tidaklah seorang hamba bertemu dengan Allah dengan membawa dua kalimah syahadah itu seraya dia tidak meragukan kandungan isinya melainkan dia masuk surga.
Orang tidak akan meyakini sesuatu kecuali setelah dia mengetahuinya. Jadi yakin adalah hasil dari ilmu. Jika orang tidak mengetahui maka mana mungkin meyakininya.
4. JUJUR.
Allah Subhanahu Wa Taala berfirman:
ﻭَاﻟﻠَّﻪُ ﻳَﺸْﻬَﺪُ ﺇِﻥَّ اﻟْﻤُﻨَﺎﻓِﻘِﻴﻦَ ﻟَﻜَﺎﺫِﺑُﻮﻥ
Dan Allah bersaksi, sesungguhnya orang-orang munafiq itu benar-benar pendusta (Al Munafiqun [63]: 1)
Orang munafiq ketika mengucapkan Laa ilaaha illallaah mereka berdusta, maka keimanan mereka itu tidak sah, sedangkan lawan dusta adalah jujur.
Laa ilaaha illallaah, ketika pengucapannya haruslah jujur dari lubuk hati yang paling dalam, bukan di lisan saja..
Orang munafiq mengucapkan Laa ilaaha illallaah di lisannya akan tetapi berbeda dengan apa yang ada di dalam hatinya. Orang munafiq bukan orang muslim di hadapan Allah, akan tetapi dia dihukumi muslim di dunia selama dia tidak menampakkan pembatal keislaman.
Ini adalah syarat lahir bathin yang harus direalisasikan oleh kita semuanya. Dan kita juga harus menyampaikan kepada manusia Islam yang seperti ini, Islam lahir dan bathin.
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Muadz radliyallahuanhu, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda: Siapa yang meninggal dunia, sedangkan dia bersaksi Laa ilaaha illallaah dengan penuh kejujuran dari hatinya, maka dia masuk surga.
Jadi, pengucapan ini harus jujur, sedangkan kejujuran tidak akan terealisasi kecuali berasal dari pada suatu yang diyakini dan tidak mungkin dia yakin Laa ilaaha illallaah kecuali setelah dia mengilmui.
5. MAHABBAH.
Allah Subhanahu Wa Taala berfirman:
ﻭَﻣِﻦَ اﻟﻨَّﺎﺱِ ﻣَﻦْ ﻳَﺘَّﺨِﺬُ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻥِ اﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻧْﺪَاﺩًا ﻳُﺤِﺒُّﻮﻧَﻬُﻢْ ﻛَﺤُﺐِّ اﻟﻠَّﻪِ ۖ ﻭَاﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮا ﺃَﺷَﺪُّ ﺣُﺒًّﺎ ﻟِﻠَّﻪ
Dan di antara manusia ada yang menjadikan andad selain Allah, mereka mencintai andad-andad itu seperti mereka mencintai Allah. Dan orang-orang yang beriman adalah amat cinta kepada Allah (QS. Al Baqarah [2]: 165)
Orang tidak mungkin mencintai Laa ilaaha illallaah jika tidak memahami terhadap makna kandungan Laa ilaaha illallaah. Dalam hadits Shahih Bukhari dan Muslim yang diriwayatkan dari Anas radliyallahuanhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: Tiga hal yang mana bila ketiga hal itu ada pada diri seseorang maka dia akan mendapatkan manisnya keimanan, pertama; Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selain keduanya.
Kecintaan kepada Allah tidak akan mungkin terjadi kecuali setelah mengenal Allah Subhanahu Wa Taala.
6. QABUL (Menerima terhadap konsekuensi) atau inqiyad (tunduk).
Allah Subhanahu Wa Taala berfirman:
ﺇِﻧَّﻬُﻢْ ﻛَﺎﻧُﻮا ﺇِﺫَا ﻗِﻴﻞَ ﻟَﻬُﻢْ ﻻَ ﺇِﻟَٰﻪَ ﺇِﻻَّ اﻟﻠَّﻪُ ﻳَﺴْﺘَﻜْﺒِﺮُﻭﻥ
Sesungguhnya mereka bila dikatakan kepada mereka Laa ilaaha illallaah, mereka menolak (menyombongkan diri) (QS. Ash Shafaat [37]: 35)
Orang-orang kafir Quraisy Allah katakan bahwa mereka itu sombong, maka berarti mereka itu sebenarnya paham dan mengerti, mereka itu mengetahui dan mereka itu yakin juga tidak mendustakan. Di dalam hatinya mereka membenarkan akan tetapi mereka menolak untuk mengucapkannya karena mereka memiliki sifat sombong sehingga menolak tunduk kepada konsekuensinya.
Dalam hadits Muslim yang diriwayatkan dari Ibnu Masud radliyallahuanhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: Tidak mungkin masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebesar dzarrah daripada kesombongan
Karena kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan menyepelekan orang lain. Jika seseorang menyepelekan atau meremehkan orang lain maka dia tidak akan menerima kebenaran yang datang dari orang tersebut.

7. IKHLAS.
Allah Subhanahu Wa Taala berfirman:
ﻭَﻣَﺎ ﺃُﻣِﺮُﻭا ﺇِﻻَّ ﻟِﻴَﻌْﺒُﺪُﻭا اﻟﻠَّﻪَ ﻣُﺨْﻠِﺼِﻴﻦَ ﻟَﻪُ اﻟﺪِّﻳﻦَ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan (mengikhlaskan) ketaatan kepada-Nya. (QS. Al Bayyinah [98]: 5)
Syarat di sini adalah ikhlas dan maksudnya adalah tulus karena Allah sebagaimana dalam hadits Al Bukhariy dan Muslim dari Utbah radliyallahuanhu, Rasulullah mengatakan: Allah mengharamkan atas mereka orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah seraya menngharapkan Wajah Allah dengannya.
8. KUFUR KEPADA THAGHUT DAN IMAN KEPADA ALLAH.
Allah Subhanahu Wa Taala berfirman:
Syarat yang terakhir dari Laa ilaaha illallaah adalah sebagaimana yang Allah firmankan:
ﻓَﻤَﻦْ ﻳَﻜْﻔُﺮْ ﺑِﺎﻟﻄَّﺎﻏُﻮﺕِ ﻭَﻳُﺆْﻣِﻦْ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻓَﻘَﺪِ اﺳْﺘَﻤْﺴَﻚَ ﺑِﺎﻟْﻌُﺮْﻭَﺓِ اﻟْﻮُﺛْﻘَﻰٰ
Barangsiapa yang kafir kepada thaghut dan iman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah memegang al urwah al wutsqa (buhul tali yang amat kokoh yang tidak akan putus). (QS. Al Baqarah [2]: 256)
Laa ilaaha illallaah tidak akan sah jika orang tidak kafir kepada thaghut, sebagaimana dalam hadits Muslim dari Abu Malik Al Asyjaiy dari ayahnya, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam mengatakan: Barangsiapa mengucapkan Laa ilaaha illallaah dan kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah maka haramlah darah dan hartanya
Hadits kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah maksudnya di sini adalah kafir kepada thaghut.

Di dalam hadits ini, orang ketika mengucapkan laa ilaaha illallaah maka dia haram darah dan hartanya, dalam arti dia itu muslim, tapi syaratnya kufur terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah, yaitu kufur kepada thaghut...
Itu adalah delapan syarat Laa ilaaha illallaah yang mana di antara syaratnya ada yang bersifat bathin dan di antaranya ada yang bersifat dhahir, sedangkan kita harus merealisasikan syarat-syarat itu semuanya. Karena orang yang merealisasikan syarat-syarat ini maka dia itu adalah orang muslim haqiqatan (orang muslilm yang sebenarnya)
Bisa saja seseorang merealisasikan di antara syarat-syarat itu hanya sebagiannya saja, umpamanya dia tidak merealisasikan syarat ikhlas dalam pengucapan laa ilaaha illallaah, dia tidak tulus dalam mengucapkannya, maka jika dia tidak menampakkan pembatal keislaman yang dhahir dia tetap hukumi muslim, tapi secara bathin dia belum merealisasikan Laa ilaaha illallaah. Ini seperti layaknya orang munafiq, di mana dia adalah orang kafir di sisi Allah, akan tetapi selama dia tidak menampakkan pembatal keislaman maka dia dihukumi muslim di dunia.

Ketika kita merealisasikan dan ketika kita mendakwahkan kepada manusia haruslah Islam secara haqiqi (Islam lahir bathin). Adapun ketika kita bermuamalah (berinteraksi) dengan orang lain, maka atas dasar Islam hukmi karena kita tidak bisa mengetahui apa yang ada di dalam hati orang lain, akan tetapi selama dia tidak menampakkan pembatal keislaman maka kita hukumi dia sebagai orang muslim secara hukum dunia.
Adapun hakikat sebenarnya maka ia itu diserahkan kepada Allah Subhanahu Wa Taala. Ini sebagaimana hadits Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa ilaaha illallaah Muhammad Rasulullah, mereka shalat dan zakat, bila merela melakukan itu maka mereka menjaga harta dan dirinya dariku kecuali dengan hak Islam dan penghisabannya adalah atas Allah. (HR Al Bukhari Dan Muslim)
Sedangkan nestapa orang yang dihukumi muslim namun hakikatnya dia orang kafir, maka keadaannya adalah seperti apa yang Allah firmankan :
ّإنَ اﻟْﻤُﻨَﺎﻓِﻘِﻴﻦَ ﻓِﻲ اﻟﺪَّﺭْﻙِ اﻷَْﺳْﻔَﻞِ ﻣِﻦَ اﻟﻨَّﺎﺭِ ﻭَﻟَﻦْ ﺗَﺠِﺪَ ﻟَﻬُﻢْ ﻧَﺼِﻴﺮً
Sesungguhnya orang-orang munafiq itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka (QS. An Nisaa [4]: 145)
Ini adalah pasal tentang syarat Laa ilaaha illallaah, yang mana Islam terealisasi apabila delapan syarat ini terpenuhi pada diri seseorang. Dan yang harus diingat bahwa yang diharuskan adalah merealisasikan hal-hal ini bukan sekedar menghapalnya saja, karena bisa saja orang menghapalnya akan tetapi dia tidak merealisasikannya dan orang yang seperti itu banyak, maka orang yang seperti itu tidak akan mendapatkan janji-janji yang ada dalam hadits-hadits tadi.
Dan bisa jadi orang tidak hapal apabila disuruh untuk menyebutkan apa saja syarat Laa ilaaha illallaah itu, akan tetapi dia benar-benar merealisasikan Laa ilaaha illallaah dan itu juga banyak.
Jadi, yang diperintahkan adalah pengamalannya, jika bersifat teori saja dan tidak membuahkan amal maka itu adalah tidak manfaat.
TMA

No comments:

Post a Comment

NOTES :
- Harap bekomentar sesuai dengan judul postingan
- Tidak diperbolehkan mempromosikan barang atau berjualan
- Bagi yang berkomentar menyertakan link dianggap spam

==> SELAMAT BERKOMENTAR .... :D