Tuesday, December 11, 2018

Menurut saya SUFI adalah ULUL ALBAB

SIAPAKAH SUFI

بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ

Sufi


Syekh Abu Nashr as-Sarraj – rahimahullah – berkata: Adapun sifat sifat kaum Sufi dan siapa sebenarnya mereka, adalah sebagaimana yang pernah dijawab oleh Abdul Wahid bin Zaid – sebagaimana yang pernah saya terima – dimana ia adalah salah seorang yang sangat dekat dengan Hasan al-Bashri – rahimahullah – ketika ditanya, “Siapakah kaum Sufi itu menurut Anda?” Ia menjawab, “Adalah mereka yang menggunakan akalnya tatkala ditimpa kesedihan dan selalu menetapinya dengan hati nurani, selalu berpegang teguh pada Tuannya (Allah) dari kejelekan nafsunya. Maka merekalah kaum Sufi.”

Dzun Nun al-Mishri – rahimahullah – ditanya tentang Sufi, kemudian ia menjawab, “Seorang Sufi ialah orang yang tidak dibikin lelah oleh tuntutan, dan tidak dibuat gelisah oleh sesuatu yang hilang darinya.” DzunNun juga pernah mengemukakan, “Orang-orang Sufi adalah kaum yang lebih mengedepankan Allah daripada segala sesuatu. Maka dengan demikian Allah akan mengutamakan mereka di atas segala-galanya.”Pernah ditanyakan pada sebagian orang Sufi, “Siapa yang pantas menjadi sahabatku?” Maka ia menjawab, “Bertemanlah dengan kaum Sufi, karena di mata mereka kejelekan yang ada pasti memiliki berbagai alasan untuk dimaafkan. Sedangkan sesuatu yang banyak dalam pandangan mereka tak ada artinya, sehingga tak membuat Anda merasa bangga (ujub).”Al-Junaid bin Muhammad – rahimahullah – ditanya tentang kaum Sufi, “Siapa mereka?” Ia menjawab, “Mereka adalah kaum pilihan Allah dari makhluk-Nya yang Dia sembunyikan tatkala Dia menyukai dan Dia tampakkan tatkala Dia menyukai pula.”Abu al-Husain Ahmad bin Muhammad an-Nuri – rahimahullah – ditanya tentang kaum Sufi, maka ia menjawab, “Kaum Sufi ialah orang yang mendengar sama’ (ekstase ketika dzikir) dan lebih memilih menggunakan sarana (sebab).”Orang-orang Syam menyebut kaum Sufi dengan sebutan fuqara’ (orang orang fakir kepada Allah). Dimana mereka memberikan alasan, bahwa Allah swt. telah menyebut mereka dengan fuqara’ dalam firman Nya:“(Juga) bagi orang-orang fakir yang berhijrah, dimana mereka diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-(Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang jujur (benar).” (Q.s. al Hasyr:8).Dan firman Nya pula:“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) dijalan Allah.” (Q.s. al Baqarah: 273).

Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad Nahya al-Jalla’ – rahimahullah – ditanya tentang seorang Sufi. Maka ia menjawab, “Kami tidak tahu akan adanya persyaratan ilmu, akan tetapi kami hanya tahu, bahwa ia adalah seorang fakir yang bersih dari berbagai sarana (sebab). Ia selalu bersama Allah Azza wajalla dengan tanpa batas tempat. Sementara itu al-Haq, Allah tidak menghalanginya untuk mengetahui segala tempat. Itulah yang disebut seorang Sufi.”Ada pendapat yang menyatakan, bahwa kata Sufi awalnya berasal dari kata Shafawi (orang yang bersih), namun karena dianggap berat dalam mengucapkan, maka diganti menjadi Shufi.Abu Hasan al Qannad rahimahullah ditanya tentang makna Sufi, maka ia menjawab, “Kata itu berasal dari kata Shafa’, yang artinya adalah selalu berbuat hanya untuk Allah Azza wa jalla dalam setiap, waktu dengan penuh setia.”Sebagian yang lain berkata, “Sufi adalah seseorang apabila dihadapkan pada dua pilihan kondisi spiritual atau dua akhlak yang mulia, maka ia selalu memilih yang paling baik dan paling utama.” Ada pula yang lain ditanya tentang makna Sufi, maka ia menjawab, “Makna Sufi adalah apabila seorang hamba telah mampu merealisasikan penghambaan (ubudiyyah), dijernihkan oleh al-Haq sehingga bersih dari kotoran manusiawi, menempati kedudukan hakikat dan membandingkan hukum-hukum syariat. Jika ia bisa melakukan hal itu, maka dialah seorang Sufi. Karena ia telah dibersihkan.”

Syekh Abu Nashr – rahimahullah – berkata: jika Anda ditanya, “Siapa pada hakikatnya kaum Sufi itu?” Coba terangkan pada kami! Maka Syekh Abu Nashr as-Sarraj memberi jawaban, “Mereka adalah ulama yang tahu Allah dan hukum-hukum Nya, mengamalkan apa yang Allah ajarkan pada mereka, merealisasikan apa yang diperintah untuk mengamalkannya, menghayati apa yang telah mereka realisasikan dan hanyut (sirna) dengan apa yang mereka hayati. Sebab setiap, orang yang sanggup menghayati sesuatu ia akan hanyut (sirna) dengan apa yang ia hayati.”Abu Hasan al Qannad – rahimahullah – berkata, “Tasawuf adalah nama yang diberikan pada lahiriah pakaian. Sedangkan mereka berbeda beda dalam berbagai makna dan kondisi spiritual.”Abu Bakar Dulaf bin Jahdar asy-Syibli – rahimahullah – ditanya tentang mengapa para kaum Sufi disebut dengan nama demikian. Ia menjawab, “Karena masih ada bekas yang mengesan di jiwa mereka. Andaikan tidak ada bekas tersebut, tentu berbagai nama tidak akan bisa melekat dan bergantung pada mereka.” Disebutkan juga bahwa kaum Sufi adalah sisa-sisa orang-orang terbaik Ahlush-Shuffah (para penghuni masjid yang hidup pada zaman Nabi saw., pent.).Adapun orang yang mengatakan bahwa nama tersebut merupakan simbol lahiriah pakaian mereka. Hal ini telah disebutkan dalam riwayat tentang orang orang yang mengenakan pakaian shuf (wool), dimana para Nabi dan orang orang saleh memilih pakaian jenis ini. Sementara untuk membicarakan masalah ini akan cukup panjang. Banyak jawaban tentang tasawuf, dimana sekelompok orang telah memberikan jawaban yang berbeda beda. Di antaranya adalah Ibrahim bin al-Muwallad ar-Raqqi rahimahullah yang memberikan jawaban lebih dari seratus jawaban. Sedangkan yang kami sebutkan, kami rasa sudah cukup memadai.Ali bin Abdurrahim al-Qannad – rahimahullah – memberi jawaban tentang tasawuf dan lenyapnya orang-orang Sufi dalam untaian syairnya: Ketika Ahli Tasawuf telah berlalu, tasawuf menjadi keterasingan, jadi teriakan, ekstase dan riwayat.Ketika berbagai ilmu telah berlalu, maka tak ada lagi ilmu dan hati yang bersinar,Nafsumu telah mendustaimu, tak ada pijakan jalan nan indah,Hingga kau tampak pada manusia dengan ketajaman mata, mengalir rahasia yang ada di dalam dirimu terbuka Tampaklah aktivitas dan rahasia bergururan.

Di kalangan para guru (syekh) Sufi ada tiga jawaban tentang tasawuf. Pertama, jawaban dengan syarat ilmu, yaitu membersihkan hati dari kotoran kotoran, berakhlak mulia dengan makhluk Allah dan mengikuti Rasulullah saw. dalam syariat. Kedua, jawaban dengan lisanul-haqiqah (bahasa hakikat), yaitu tidak merasa memiliki (pamrih), keluar dari perbudakan sifat dan semata mencukupkan diri dengan Sang Pencipta langit. Ketiga, jawaban dengan lisanul-Haq (bahasa al-Haq), yakni mereka yang Allah bersihkan dengan pe
mbersihan sifat-sifatnya, dan Dia jernihkan dari sifat mereka. Merekalah yang pantas disebut kaum Sufi.Saya pernah bertanya pada al-Hushri, “Siapakah sebenarnya seorang Sufi menurut pandangan Anda.” Ia menjawab, “Ia adalah seorang manusia yang tidak bertempat di atas bumi dan tidak dinaungi langit. Artinya, sekalipun mereka berada di atas bumi dan di bawah langit, akan tetapi Allah-lah yang menempatkannya di atas bumi dan Dia pulaYang menaunginya dengan langit. Bukan bumi atau langit itu sendiri.”

Dari Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. diriwayatkan bahwa ia pernah berkata, “Bumi mana yang akan sanggup memberi tempat pada saya dan langit mana yang sanggup menaungiku, jika saya mengatakan tentang apa yang ada dalam Kitab Allah menurut pendapatku semata.”

Menurut saya SUFI adalah ULUL ALBAB

🌹🙏🌹

Wallahu a'lam.

Tuesday, October 2, 2018

TENTANG PERMOHONAN MAAF


TENTANG PERMOHONAN MAAF
TIDAK SEMUA ORANG DALAM ISLAM ITU DAPAT DITERIMA MAAFNYA ADA JUGA DENGAN JAWABAN TEBASAN PEDANG (DIBUNUH)
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Muhammad bin Ka’ab, Zaid bin Aslam dan Qotadah, hadits dengan rangkuman sebagai berikut. Disebutkan bahwa pada suatu perjalanan perang (yaitu perang Tabuk), ada orang di dalam rombongan tersebut yang berkata, “Kami tidak pernah melihat seperti para ahli baca Al-Qur’an ini (yang dimaksudkan adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya), kecuali sebagai orang yang paling buncit perutnya, yang paling dusta ucapannya dan yang paling pengecut tatkala bertemu dengan musuh.”
(Mendengar hal ini), ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata kepada orang tersebut, “Engkau dusta, kamu ini munafik. Aku akan melaporkan ucapanmu ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Maka ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu pun pergi menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun sebelum ‘Auf sampai, wahyu telah turun kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (tentang peristiwa itu). Kemudian orang yang bersenda gurau dengan menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bahan candaan itu mendatangi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang saat itu sudah berada di atas untanya. Orang tadi berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami tadi hanyalah bersenda gurau, kami lakukan itu hanyalah untuk menghilangkan kepenatan dalam perjalanan sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam perjalanan!”
Ibnu Umar (salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berada di dalam rombongan) bercerita, “Sepertinya aku melihat ia berpegangan pada tali pelana unta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan kakinya tersandung-sandung batu sembari mengatakan, “Kami tadi hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya (dengan membacakan firman Allah):
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah 9 : 65-66).
Beliau mengucapkan itu tanpa menoleh orang tersebut dan beliau juga tidak bersabda lebih dari itu.” (HR. Ibnu Jarir Ath Thobariy dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Umar dan Syaikh Muqbil dalam Ash-Shohihul Musnad min Asbabin Nuzul mengatakan bahwa sanad Ibnu Abi Hatim hasan)
Yang dapat kita petik driuraian di atas
:
".
Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"

ﻟَﺎ ﺗَﻌْﺘَﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﺪْﻛَﻔَﺮْﺗُﻢ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﻳﻤٰﻨِﻜُﻢْ ۚ ﺇِﻥ ﻧَّﻌْﻒُ ﻋَﻦ ﻃَﺂﺋِﻔَﺔٍ ﻣِّﻨﻜُﻢْ ﻧُﻌَﺬِّﺏْ ﻃَﺂﺋِﻔَﺔًۢ ﺑِﺄَﻧَّﻬُﻢْ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻣُﺠْﺮِﻣِﻴﻦَ
Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.
Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.
[At- Taubah : 65-66]

Beliau ucapkan itu tanpa menengok dan tidak bersabda kepadanya lebih dari itu.
Artinya beliau tidak memberikan maaf kepadanya.
Ternyata nabi shollallohu 'alaihi wasallam beberapa kali tidak memberikan maaf kepada orang-orang tertentu karena kesalahan mereka yang melampaui batas dalam memusuhi islam di antaranya pada fathu Makah :
1. Ibnu Abi Sarh yang dibunuh karena murtad setelah hijroh dan kembali ke Mekah
2. Ibnu Khothol yang bergelantungan di kain ka’bah dengan harapan diampuni oleh rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam akan tetapi beliau tetap menetapkan hukuman mati terhadapnya
3. Muqish bin Shobabah dimana setelah masuk islam ia melakukan pembunuhan terhadap sahabat anshor lalu murtad dan kembali ke Mekah akhirnya pada fathu Mekah atas intruksi nabi shollallohu 'alaihi wasallam akhirnya dibunuh oleh Numailah bin Abdulloh
4. Alharits dibunuh oleh Ali karena termasuk orang yang sangat keras permusuhannya terhadap Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam selama beliau berdakwah di Mekah
5. Dan yang tidak boleh dilupakan adalah ketetapan Rasulullah SAW untuk menghukum mati
600–900 dipenggal (Tabari, Ibn Hisham)[
semua laki-laki bani Quroidzoh yang sudah baligh, karena merekalah suku Yahudi yang terlalu banyak memberikan permusuhannya kepada Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitab tauhidnya berkata :

ﺃﻥَّ ﻣِﻦَ ﺍﻹِﻋْﺘِﺬَﺍﺭِ ﻣَﺎ ﻻَ ﻳَﻨْﺒَﻐِﻰ ﺃﻥْ ﻳُﻘْﺒَﻞَ
Tidak semua permintaan maaf mesti diterima (ada juga permintaan maaf yang harus ditolak)

RISALAH BAGI KAUM MUSLIMIN YANG MASIH KEJANG KEJANG APABILA DI KATAKAN * DEMOKRASI KAFIR *


-
(Sebuah Stimulasi Memahami Agama Demokrasi)

Pertama-tama, kita harus memahami apa itu Islam?
Tidak ada jalan untuk mengetahui kekafiran kecuali setelah kita mengetahui Islam dengan pemahaman yang benar.
Ini mengingat, banyak manusia yang mengaku Islam tapi sejatinya mereka tidak memahami Islam kecuali namanya saja. Seakan-akan nama "Islam" tak ubahnya nama suku, kabilah, desa, atau kota.
Yahudi dan Nasrani sengaja menanamkan pemahaman-pemahaman yang menyelisihi Islam di dalam pemikiran dan akal manusia, mengatasnamakan "Islam Moderat", "Islam Pertengahan", "Islam Nusantara", "Islam Liberal", dan beragam adjektiva lainnya di belakang kata "Islam".
Orang-orang yang tertipu mengira bahwa semua itu adalah Islam yang bisa mereka banggakan di hadapan bangsa-bangsa kafir, kaum Salibis, dan Yahudi.
Orang-orang yang mengaku muslim mengira bahwa seperti itulah Islam sejati. Namun sesunggunya mereka tiada lain hanya melihat citra Islam yang terdistorsi. Yang mendorong mereka meyakini pemahaman batil mengenai Islam tiada lain karena kebodohan mereka akan pemahaman Islam hakiki.
Secara ringkas, Islam didefinisikan sebagai al-istislam (ketundukkan) kepada Allah, dan hal ini tidak dapat direalisasikan selain dengan al-mutaba'ah (mengikuti) secara absolut kepada Allah Ta'ala. Inilah agama lurus yang diridhai Allah.
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (Al-Maa`idah: 3)
Sementara demokrasi adalah ketundukkan kepada rakyat, dan tidak terwujud kecuali mengetahui apa yang dikehendaki dan diridhai oleh suara mayoritas.
Sehingga al-mutaba'ah (mengikuti) absolut dalam demokrasi jelas diarahkan kepada rakyat. Tentunya ini adalah agama yang disukai oleh Yahudi dan Salibis. Allah berfirman,
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka." (Al-Baqarah: 120)
Orang-orang kafir paham, adalah hal sulit membuat orang-orang yang mengaku muslim menjauhi Islam secara total, lalu murtad bergabung dengan Yahudi, Kristen, Budha, Hindu, dan lain sebagainya, maka dihiaslah agama demokrasi dengan polesan-polesan Islam.
Misalnya, menyamakan mekanisme demokrasi dengan metode syura dalam agama Islam, dan yang lainnya.
Selanjutnya, agar mereka benar-benar menghindar dari pemahaman lurus Islam, mereka membuat stigma bagi Islam lurus dan kaum muslimin yang berpegang teguh kepada Al-Quran dan As-Sunnah.
Mereka sematkan "radikalis", "fundamentalis", "teroris", dan seabrek stigma lainnya. Dengan dibantu para ulama durjana dan kaum Islam moderat, manusia pun lari dari Islam dan bergabung bersama kaum kafir untuk memerangi kaum muslim teroris dan fundamentalis.
Wahai orang-orang yang teperdaya, kembalilah kepada agama Allah, satu-satunya agama yang diridhai-Nya.
Agama lurus yang berjalan di atas prinsip bahwa hukum, syariat, dan UU adalah murni milik Allah. Prinsip yang kemudian dipikul oleh para nabi dan rasul, lalu didakwahkan kepada umat manusia.
Prinsip menyulut peperangan sengit antara kaum beriman dengan kaum kafir, sampai agama milik Allah semata. Tidak ada sejarahnya kaum Yahudi dan Nasrani ingin membela Islam dan kaum muslimin.
Maha Benar Allah yang berfirman,
"Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran." (Al-Baqarah: 109).
Lebih dari itu,
"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup." (Al-Baqarah: 217)
Sejak kapan Yahudi dan Nasrani membela Islam hanif yang terejawantah dalam millah Ibrahim?
Yang ada mereka justru memobilisasi pasukan, mengadakan konferensi-konferensi, merancang berbagai konspirasi, dan membelanjakan milyaran dollar untuk 'membebaskan' negeri-negeri kaum muslimin dari cengkeraman Khawarij' 'radikalis' lagi 'teroris' Daulah Islam.
Sadarlah wahai orang-orang yang mengaku muslim! Bangunlah dari tidur panjang.
Demi Allah, agama demokrasi bertentangan dengan agama Islam.
Demokrasi adalah tandingan bagi agama yang kalian klaim dan banggakan.
Demokrasi adalah syirik dan kekafiran, sedangkan Islam adalah tauhid dan iman.
Dua hal yang selamanya takkan bisa bersatu.
Mari bersama-sama mempelajari pokok-pokok agama; mempelajari akidah, tauhid, iman, kufur, al-walaa wal-baraa serta prinsip-prinsip lain yang mesti kita ketahui secara pasti.
Mudah-mudahan Allah memberikan kemudahan dan kekuatan untuk kita semua menggenggam teguh identitas keislaman kita.
Semoga (!)

“AGAR GAK GAGAL PAHAM PEMBAGIAN TAUHID"


TANYA:
Assalamu alaikum...
Tanya Ustadz,kata sebagian orang,pembagian tauhid menjadi tiga (rububiyah,uluhiyah dan asma' wa shifat) tidak ada dalilnya dan termasuk bid'ah.Apakah demikian.?Tolong dijelasin...Syukron.
JAWAB:
Wa alaikumussalam,akhy...
🔸Pembagian tauhid menjadi tiga (rububiyah,uluhiyah dan asma' wa shifat) adalah untuk memudahkan kita belajar tauhid,yg mana tauhid adalah intinya dien (ashluddien).Sehingga sangat urgent kita memahaminya.
Sama seperti kalau kita belajar seluk beluk sholat.Untuk memudahkan, para ulama' menyusun kitab khusus sholat yg dalil2nya diambil dari Kitabulloh dan Assunnah.
Disusunlah didalamnya bab2 tentang definisi sholat,syarat sah sholat,rukun sholat,pembatal sholat,dsb.Kalau ditanya;apakah ada haditsnya yg Rosululloh mengatakan tentang 'syarat sah sholat','rukun sholat',dsb,tentu tidak ada.
Tapi dalil2 tentang poin2 syarat2 sah sholat atau rukun sholat ada di Al Qur-an dan Assunnah.Untuk apa dibuat fikih sholat seperti ini? Tentu saja supaya mudah kita belajar seluk beluk sholat.Dan kodifikasi fikih ini belum ada dimasa Rosul SAW dan para sahabat.
Sama dgn hal diatas,dibuatlah bab khusus tentang tauhid untuk memudahkan mempelajari/memahami tauhid (aqidah).Ada pembagian tauhid jadi tiga:
1.Rububiyah
2.Uluhiyah
3.Asma' wa shifat
🔺Tauhid rububiyah adalah meyakini bahwa Alloh satu2nya pencipta,pemilik,penguasa,pengatur,pemberi rizki dan lain2 yg berkaitan dgn kekuasaan Alloh
🔺Tauhid uluhiyah adalah mentauhidkan Alloh dlm ibadah yaitu bahwa Allohlah dzat satu2nya yg berhak diibadahi dgn bermacam ibadah baik hati lisan maupun amal perbuatan.
🔺Tauhid Asma' wa shifat adalah meyakini bahwa Alloh memiliki nama2 dan shifat2 yg mulia,husna,sempurna,suci dari segala kekurangan,cacat dan kelemahan.
Kalau ditanya:ada gak dalilnya yg menyebutkan bahwa Rosul SAW membagi tauhid jadi tiga ? Tentu saja jawabnya,tidak ada.Tapi,semua dalil2 tentang rububiyah Alloh,uluhiyah,asma' wa shifat,semua ada di Al Qur-an dan Assunnah.
Pendeknya semua pelajaran tauhid,pembagian tauhid dan yg berkaitan dgn itu,dirangkum dari Al Qur-an dan Assunnah.Sama seperti kodifikasi fikih (thoharoh,sholat,shiyam,dll) yg dimasa Rosul dan sahabat belum ada,lalu dibuat dimasa berikutnya tuk memudahkan belajar.
Jadi,tidak ada masalah dgn pembagian tauhid jadi tiga.Kalau kita belajar sendiri langsung dari Kitabulloh dan Assunnah ,kita akan kesulitan karena kita bukan mujtahid.
Karena itulah para mujtahid menyusun kitab2 yg membahas bab2 tertentu yg merupakan bagian dari Dienulloh.Kalau para sahabat bisa langsung belajar dari Kitabulloh karena Al Qur-an turun dikit demi dikit kepada mereka dan ada Nabi disisi mereka yg menjelaskannya,sehingga mereka mudah memahaminya.
Sedang kita menerima Islam ini sudah lengkap, Assunnah sudah tertulis dlm kitab2.Maka,tuk memudahkan belajar dibuatlah bab2 khusus yg membahas persoalan tertentu yg merupakan bagian dari syariat dien Islam.
Jadi,tidak ada masalah...Selamat belajar tauhid rububiyah,uluhiyah dan rububiyah.
Smoga kita gak gagal paham memahami pembagian tauhid jadi tiga.
Wallohu a'lam

KARENA MEREKA MENGIKUTI PETUNJUK SETAN



Oleh: Abu Usamah JR

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan sungguh, inilah jalanKu yang lurus, maka ikutilah!. Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al An’am: 153).
Allah ‘Azza wa Jalla yang menciptakan manusia dan menempatkannya di bumi adalah yang paling mengetahui hakikat keadaan manusia dan hakikat alam semesta.
Untuk itulah agar manusia selamat dalam mengarungi kehidupan dunia serta tercapai tujuan penciptaannya, yaitu untuk beribadah kepada Allah, maka Allah menurunkan petunjuk kepada manusia.
Petunjuk yang dibawa para utusan Allah tersebut akan menuntun manusia kepada jalan keselamatan di dunia dan keselamatan pada kehidupan selanjutnya di alam akhirat.
Maka siapa yang mengikuti petunjuk tersebut akan mendapatkan kebaikan, keselamatan dan kemuliaan di dunia dan akhirat.
Namun siapa yang enggan atau bahkan berpaling dari petunjuk tersebut maka ia akan mengalami kesempitan hidup di dunia dan kesengsaraan hidup di akhirat.
Diutusnya para Rosul oleh Allah kepada manusia adalah untuk menyeru mereka agar mengikuti petunjukNya saja dan tidak mengikuti petunjuk lain yang akan membawa mereka kepada kesesatan.
Ini menunjukkan bahwa di dunia akan ada petunjuk-petunjuk lain yang akan menyesatkan manusia dari jalan Allah.
Dan petunjuk lain yang memalingkan manusia dari jalan Allah itu adalah petunjuk setan yang menyeru manusia untuk menempuh jalan-jalan setan yang sesat.
Maka terbagilah manusia dalam dua kelompok besar, yaitu mereka yang berjalan di atas jalan Allah dan para menempuh jalan setan. Hal tersebut sebagaimana firmanNya:
فَرِيقًا هَدَى وَفَرِيقًا حَقَّ عَلَيْهِمُ الضَّلالَةُ إِنَّهُمُ اتَّخَذُوا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ
“Sebagian diberiNya petunjuk dan sebagian lagi sepantasnya sesat. Mereka menjadikan setan-setan sebagai pelindung selain Allah. Mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.” (QS. Al-A’raf: 30).
Pada ayat diatas Allah menyebut bahwa sebagian manusia menempuh jalan yang lurus, yaitu jalan keselamatan dan jalan kebenaran yang ditunjukkan oleh Allah.
Sementara sebagian yang lain berjalan diatas jalan kesesatan disebabkan mereka menjadikan setan sebagai teman dan pembimbing dalam menempuh kehidupan dunia.
Allah menyesatkan mereka sebagai hukuman dikarenakan mereka berpaling dari petunjuk Allah dan menjadikan setan sebagai teman.
Meskipun mereka telah sesat namun mereka mengira berada diatas jalan yang benar. Sungguh sebuah nestapa dan kerugian yang sempurna, yaitu sudah tersesat tapi tidak tahu dirinya tersesat bahkan mengira berada diatas kebenaran.
Seorang hamba tidak akan selamat dan tidak akan bisa mencapai derajat taqwa kecuali dengan mengikuti petunjuk Allah. Sebab Allah yang menciptakan si hamba agar beribadah kepadaNya dan dengan ibadah itu diharapkan si hamba mencapai derajat taqwa. Maka untuk sampai kepada derajat tersebut Allah membimbing dengan petunjukNya.
Keselamatan seorang hamba di akhirat tergantung dari ketaatannya dalam mengikuti petunjuk Allah yang disampaikan melalui utusanNya. Hal tersebut sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla:
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rosul (Muhammad) agar kamu diberi rahmat.” (QS. Ali Imran: 132).
Maka tidaklah seorang hamba akan mendapatkan rahmat kecuali dengan jalan mentaati Allah dan RosulNya. Dan seorang hamba akan masuk surganya Allah bukan karena amalnya, melainkan karena ia mendapatkan rahmat Allah. Maka surganya Allah hanya akan dimasuki oleh hamba yang mentaati Allah dan RosulNya.
Dan seorang hamba akan diberi kemudahan untuk mengikuti petunjuk Allah adalah ketika ia melapangkan dadanya terhadap Al-Qur’an. Sementara mereka yang disesatkan adalah karena dadanya merasa sesak dengan Al-Qur’an. Hal tersebut sebagaimana firmanNya:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ .الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“(Inilah) kitab yang diturunkan kepadamu (Muhammad), maka janganlah engkau sesak dada karenanya, agar engkau memberi peringatan dengan (Kitab) itu, dan menjadi pelajaran bagi orang yang beriman. Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti selain dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran.” (QS Al-A’raf: 2-3).
Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan RosulNya terlebih dahulu melapangkan dadanya terhadap Al-Qur’an. Dengan itu maka Rosul bisa memberi peringatan dan pelajaran bagi orang-orang beriman. Dan akan ada kemudahan untuk mengikut petunjuk Al-Qur’an bagi orang yang melapangkan dada terhadapnya dan ridho dengan pimpinan Allah.
Sedangkan mereka yang tidak ridho dengan pimpinan Allah maka ia tidak akan senang untuk mengikuti petunjuk Al-Qur’an dan akan berakibat kesesatan.
Adapun mereka yang berpaling dari petunjuk Al-Qur’an maka Allah akan memberikan beberapa hukuman sebagaimana firmanNya:
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ .وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ
“Dan barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pengasih (Al-Qur’an), Kami biarkan setan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya. Dan sungguh mereka (setan-setan itu) benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” (QS Az-Zukhruf: 36-37).
Dan hukum bagi orang yang berpaling dari petunjuk Al-Qur’an adalah:
Akan Didatangkan Baginya Setan Yang Menjadi Pembimbing Dan Teman Yang Menyesatkan.
Jika seseorang atau suatu kaum meninggalkan ajaran Allah (Al-Qur’an atau Islam) maka bisa dipastikan ia akan mengikuti ajaran setan. Disaat manusia berpaling dari ajaran Allah maka setan akan hadir untuk menjadi pembimbingnya, baik setan itu berbentuk jin maupun yang berbentuk manusia.
Lihatlah apa yang terjadi atas manusia yang lampau maupun sekarang ketika mereka tidak ridho dengan ajaran Islam. Maka kemudian hadirlah setan membawa petunjuk dan ajaran untuk diikuti oleh mereka yang ingkar dari ajaran Allah.
Ada banyak setan yang hadir ditengah manusia dengan membawa ajarannya masing-masing dan menyeru manusia untuk mengikutinya. Diantara setan-setan itu ada yang bernama Karl Mark, Marxis dan Lenin yang membawa ajaran Komunis. Setan yang lain bernama Jhon Jaques Rouso dan Montesque dengan membawa ajaran Demokrasi.
Ada juga setan yang bernama Sun Yat Sen dengan ajaran Nasionalisme kebangsaan. Itu adalah setan-setan yang ajarannya banyak diikuti oleh manusia di dunia. Dan masih banyak lagi setan-setan kelas lokal yang ajarannya diikuti oleh manusia pada kawasan yang terbatas pada satu wilayah negara.
Semua setan-setan tersebut menggelincirkan manusia dari ajaran Allah ‘Azza wa Jalla. Namun dengan kecerdikannya para setan tersebut memperindah ajarannya dengan logika-logika yang menipu manusia sehingga seolah ajaran tersebut baik dan benar. Akibatnya kemudian manusia yang telah lari dari petunjuk Allah mengikuti ajaran setan dengan anggapan bahwa ajaran tersebut baik dan benar.
Akibatnya kemudian manusia yang telah lari dari petunjuk Allah mengikuti ajaran setan dengan anggapan bahwa ajaran tersebut lebih bisa diterima akal dan sesuai dengan hawa nafsunya. Jadilah kemudian para manusia ingkar tersebut menjadi pengikut setan dengan meyakini bahwa dirinya adalah penempuh jalan kebenaran.
Setan Menghalangi Mereka Dari Jalan Allah.
Bisa dipastikan bahwa semua ajaran yang dibawa oleh setan yang berbentuk manusia akan menghalangi manusia dari jalan Allah. Sebab ajaran-ajaran tersebut bersumber dari hawa nafsu yang menyelisihi ajaran yang bersumber dari wahyu Allah.
Logika-logika nafsu kemudian akan berbenturan dengan wahyu Allah. Yang terjadi kemudian logika akan diunggulkan dari wahyu Allah. Maka hal selanjutnya yang terjadi adalah ajaran setan akan menjauhkan para pengikutnya dari jalan Allah yang lurus.
Sang Trouble Maker dan panglima para setan telah bersumpah sebagaimana yang Allah abadikan dalam Al-Qur’an:
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
“(Iblis) menjawab, “Demi kemuliaanMu, pasti aku akan menyesatkan mereka (manusia) semuanya.” (QS. Sad: 82).
Maka untuk mewujudkan sumpahnya kemudian Iblis mengerahkan seluruh bala tentaranya dari kalangan jin dan manusia. Maka tidaklah yang diserukan oleh setan melainkan kemungkaran yang menyelisihi ajaran Allah.
Sehingga ajaran apapun namanya baik itu Demokrasi, Komunis, Nasionalis ataupun Pancasila pasti menjauhkan manusia dari ajaran Islam dan merusak tujuan hidup manusia. Sebab semua ajaran tersebut memalingkan manusia dari peribadatan kepada Allah menuju ibadah kepada selain Allah.
Allah ‘azza wa jalla berfirman:
إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya (setan) itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan apa yang tidak kamu ketahui tentang Allah.” (QS. Al-Baqarah: 169).
Siapa yang meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti ajaran atau ideologi buatan manusia yang pada hakikatnya adalah petunjuk setan akan menjerumuskan ia pada perbuatan keji dan jahat serta berkata yang tidak benar tentang Allah.
Adapun perbuatan keji dan jahat itu adalah berpalingnya ia dari ketaatan kepada Allah kepada ketaatan kepada selain Allah. Inilah beberapa contohnya:
— Orang yang mengikuti paham Demokrasi akan memalingkan dirinya dari penyandaran hukum kepada Allah menjadi penyandaran hukum kepada selain Allah.
Sebab dalam ajaran Islam menetapkan atau membuat hukum adalah hak Allah, sedangkan dalam ajaran demokrasi membuat atau menetapkan hukum adalah hak anggota Legislatif atau dewan perwakilan rakyat.
Dan ketika ajaran demokrasi diterapkan pada kehidupan kaum muslimin maka akan memalingkan mereka dari berhukum dengan hukum Allah menjadi berhukum dengan hukum buatan manusia. Dan ini termasuk perbuatan keji dan jahat.
— Ketika seorang muslim mengikuti ajaran nasionalisme maka ia harus menanggalkan al-wala’ wal baro’ atas dasar iman berganti dengan al-wala’ wal baro’ atas dasar kebangsaan. Ia harus meninggalkan persaudaraan atas dasar Islam (ukhuwah Islamiyah) berganti dengan persaudaraan sesama anak bangsa tanpa memandang apa agama mereka dan apa sesembahan mereka. Padahal Allah menetapkan:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” (QS. Al-Hujurat: 10).
Maka siapa yang mengikuti persaudaraan atas dasar kebangsaan dan bukan atas dasar keimanan berarti ia telah berbuat keji dan jahat.
— Ketika seorang muslim mengikuti dan membenarkan ajaran Pancasila maka ia harus mengakui bahwa sumber dari segala sumber hukum adalah pancasila. Dan ia juga harus mengakui persaudaraan dengan orang-orang kafir yang juga mengikuti ajaran pancasila.
Serta harus mengutamakan pengamalan ajaran pancasila dari pada pengamalan ajaran Islam. Dan itu semua adalah perbuatan keji dan jahat. Sebab sumber hukum utama dalam Islam adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Adapun persaudaraan dan persatuan yang diakui dalam Islam adalah persatuan dan persaudaraan atas dasar Iman. Dan seorang muslim harus berpegang teguh dan mengamalkan ajaran Islam meskipun bertentangan dengan kebanyakan manusia dan meskipun bertentangan dengan semua ajaran yang ada dimuka bumi.
Dan seorang hamba tidak dikatakan mengikuti petunjuk Allah kecuali dengan cara menerima dan mentaati seluruh ajaran Islam. Siapa yang menerima dan mentaati ajaran Islam pada hal tertentu namun menolaknya pada persoalan yang lain maka ia masih dikategorikan mengikuti petunjuk setan. Hal tersebut sebagaimana firmanNya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Wahai orang-orang yang beriman!, Masuklah kalian kedalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 208).
Siapa yang menerima dan mentaati ajaran Islam dalam ranah ritual ibadah seperti sholat, puasa dan haji, namun menolak ajaran Islam sebagai sistem kenegaraan maka ia masih dikategorikan mengikuti langkah-langkah setan.
Hal tersebut seperti orang-orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan sholat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Romadhon dan menunaikan ibadah haji, namun membenarkan dan mengikuti ajaran demokrasi sebagai sistem pemerintahan, perpolitikan dan kenegaraan. Atau orang yang mengaku muslim dan melaksanakan ajaran Islam dalam hal ibadah ritual namun ia menolak Islam sebagai hukum rujukan dan pemutus perkara dalam setiap urusan.
Bahkan kemudian ia malah rela menjadikan KUHP dan KUHAP yang merupakan hukum buatan penjajah Belanja sebagai rujukan dan pemutus perkara. Semua jenis manusia diatas adalah pengikut setan, bukan muslim, bahkan ia adalah orang-orang yang kafir dengan sebenarnya, sebagaimana firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا .أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
“Sesungguhnya orang-orang yang ingkar kepada Allah dan RosulNya dan bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan kepada) Allah dan Rosul-RosulNya dengan mengatakan, “Kami beriman kepada sebagian dan kami mengingkari sebagian (yang lain)”, Serta bermaksud (mengambil) jalan tengah (iman dan kafir), merekalah orang-orang kafir yang sebenarnya. Dan kami sediakan untuk orang-orang kafir itu azab yang menghinakan.” (QS. An-Nisa’: 150-151).
Berada Di Atas Kesesatan Namun Merasa Di Atas Petunjuk Jalan Yang Benar.
Hukuman selanjutnya atas orang-orang yang berpaling dari ajaran Allah (Islam) adalah mereka merasa berada diatas kebenaran padahal hakekatnya mereka tersesat. Sebab ajaran yang benar hanyalah ajaran yang bersumber dari Allah Rabbnya manusia dan Rabbnya alam semesta. Hal tersebut sebagaimana firmanNya:
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
“Kebenaran itu dari Rabbmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu.” (QS. Al-Baqarah: 147).
Adapun seluruh ajaran, ideologi dan hukum diluar Islam adalah kebatilan dan kesesatan. Sebab hanya Islam yang bersumber dari Zat Yang Maha Benar. Maka kebenaran hanya ada pada Islam, sedangkan yang lainnya adalah batil lagi sesat. Tentang hal ini Allah berfirman:
فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلا الضَّلالُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ
“Maka tidak ada setelah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka mengapa kamu berpaling (dari kebenaran)?” (QS. Yunus: 32).
Lalu apakah sebabnya orang-orang yang mengikuti petunjuk setan itu merasa berada di atas kebenaran?.
Karena setan memperindah kesesatan yang diajarkannya, sehingga manusia tertipu dengan polesan dan kemasan indah yang dibuat oleh setan. Hal tersebut sebagaimana yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an:
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لأزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الأرْضِ وَلأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ .إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
“Ia (Iblis) berkata: “Tuhanku karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku akan menyesatkan mereka semuanya kecuali hamba-hambaMu yang terpilih diantara mereka.” (QS. Al-Hijr: 39-40).
Perhatikanlah bagaimana setan telah memperindah ajaran sesat bernama demokrasi, sehingga para pemeluknya merasa berada di atas kebenaran dan bangga ketika disebut orang yang demokratis.
Setan memperindah ajaran demokrasi sebagai ajaran kesetaraan atas semua manusia dan kebebasan dalam berkeyakinan dan berekspresi.
Sehingga demokrasi dianggap sebagai simbol masyarakat modern dan maju oleh para pemeluknya. Sedangkan keteguhan dalam memegang ajaran Islam dianggap sebagai keterbelakangan dan kemunduran.
Dan untuk mencari pengikut sebanyak-banyaknya maka sesama setan saling bekerjasama untuk memperindah dan mengkampanyekan ajaran kesesatannya. Inilah yang Allah ungkapkan tentang kolaborasi sesama setan dengan firmanNya:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا
“Dan demikianlah untuk setiap Nabi kami menjadikan musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan.” (QS. Al-An’am: 112).
Para pengikut ajaran kesesatan tidak sadar bahwa sesungguhnya ajaran yang mereka ikuti adalah bisikan atau wahyu setan yang dibisikkan oleh setan kepada teman-temannya. Bisikan tersebut kemudian diperindah agar manusia tertipu dan menganggapnya kebenaran.
Maka sesungguhnya semua ajaran, ideologi dan hukum yang menyelisihi ajaran Allah adalah wahyu atau bisikan setan. Jadi ideologi seperti demokrasi, komunis, nasionalis dan yang lainnya serta hukum seperti KUHP atau hukum buatan manusia lainnya adalah bisikan setan.
Sebab ajaran, ideologi dan hukum tersebut memalingkan manusia dari ketaatan kepada Allah. Hal tersebut sebagaimana firmanNya:
وَلا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ
“Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebut nama Allah, benar-benar perbuatan itu suatu kefasikan. Sesungguhnya setan-setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu. Dan jika kamu menuruti mereka, tentu kamu menjadi orang musyrik.” (QS Al-An’am: 121).
Allah ‘Azza wa Jalla menerangkan dalam ayat di atas bahwa logika orang kafir ketika mendebat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam persoalan pengharaman bangkai dengan ucapan, “Kambing yang disembelih Allah (maksudnya bangkai) kalian katakan haram, sedangkan kambing yang disembelih dengan tangan kalian itu yang halal, maka itu artinya sembelihan kalian lebih baik dari sembelihan Allah”, adalah wahyu setan.
Tujuan dari bantahan orang kafir Quraisy kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan ucapan diatas adalah agar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling dari hukum Allah yang mengharamkan bangkai dan mengikuti hukum mereka yang menghalalkan bangkai.
Dan jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetujui atau menerima hukum mereka maka akan menyebabkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jatuh kedalam perbuatan kemusyrikan.
Maka siapa saja yang mengikuti atau membenarkan satu saja dari ajaran, ideologi atau hukum selain Islam berarti ia telah mengikuti dan membenarkan wahyu setan. Dan yang berbuat demikian telah jatuh kedalam perbuatan kemusyrikan yang menghilangkan keimanan dari dirinya. Maka siapa yang menghendaki keselamatan di dunia dan di akhirat hendaknya menerima dan mengikuti ajaran Islam secara totalitas.
Tidaklah dibedakan antara yang menolak satu, sebagian atau seluruh ajaran Islam, mereka semua sama dalam kekafiran. Maka terima dan ikuti ajaran Islam secara keseluruhan yang dengannya berarti seorang hamba telah beriman dengan sempurna.
Jangan kalian menolak sebagian ajaran Islam dan menerima sebagian yang lain. Sebab di akhirat hanya ada dua tempat yaitu surga bagi orang beriman yang tunduk dan patuh dengan ajaran Islam. Dan neraka bagi orang kafir yang menolak ajaran Islam. Yakinlah di akhirat tidak ada tempat ketiga.
Maka selamatkanlah diri kalian dengan meninggalkan ajaran setan, dan berpegang teguhlah dengan ajaran Rabb kalian, sebelum datangnya waktu seperti yang Allah sebutkan:
حَتَّى إِذَا جَاءَنَا قَالَ يَا لَيْتَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ بُعْدَ الْمَشْرِقَيْنِ فَبِئْسَ الْقَرِينُ .وَلَنْ يَنْفَعَكُمُ الْيَوْمَ إِذْ ظَلَمْتُمْ أَنَّكُمْ فِي الْعَذَابِ مُشْتَرِكُونَ
“Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu datang kepada Kami (pada hari kiamat), dia berkata, “Wahai sekiranya jarak antara aku dan kamu seperti jarak antara timur dan barat ! Memang setan itu teman yang paling jahat (bagi manusia)”. Dan (harapanmu) itu sekali-kali tidak akan memberi manfaat kepadamu pada hari itu karena kamu telah mendzalimi (dirimu sendiri). Sesungguhnya kamu pantas bersama-sama dalam azab”. (QS. Az-Zukhruf: 38-39)
Masih mau mengikuti ajaran setan?
Wallahu Musta’an.
10 Rabiutsani 1438 H

MACAM-MACAM SIHIR


Imam Ahmad meriwayatkan: 
telah diceritakan kepada kami oleh Muhammad bin Ja'far dari Auf dari Hayyan bin 'Ala' dari Qathan bin Qubaishah dari bapaknya,bahwa ia telah mendengar Radulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إن العيافة والطرق والطيرة من الجبت.
"Iyafah, Tharq dan Thiyarah adalah termasuk Jibt".
Auf menafsirkan hadits ini dengan mengatakan: 
" Iyafah" adalah: meramal nasib orang dengan menerbangkan burung.

"Tharq" adalah : meramal nasib orang dengan membuat garis di atas tanah.
"Jibt" adalah: sebagaimana yang telah dikatakan oleh Hasan: suara syetan.(hadits tersebut sanadnya jayyid).
Dan diriwayatkan pula oleh Abu Dawud, An Nasa'i dan Ibnu Hibban dalam shahinya dengan hanya menyebutkan lafadzh hadits dari Qabishah tanpa menyebutkan tafsirannya.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
من اقتبس شعبة من النجوم فقد اقتبس من السحر، زاد ما زاد.
"Barangsiapa yang mempelajari sebagian dari ilmu nujum (perbintangan) sesungguhnya dia telah mempelajari sebagian ilmu sihir. Semakin bertambah (ia mempelajari ilmu nujum) semakin bertambah pula (dosanya)".
||.HR Abu Dawud dengan sanad yang shahih.

An Nasa'i meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
من عقد عقدة ثم نفث فيها فقد سحر، ومن سحر فقد أشرك، ومن تعلق شيئا وكل إليه.
"Barangsiapa yang membuat suatu buhulan,kemudian meniupnya (sebagaimana yang dilakukan oleh tukang sihir) maka ia telah melakukan sihir, dan barangsiapa yang melakukan sihir maka ia telah melakukan kemusyrikan dan barangsiapa yang menggantungkan diri pada sesuatu benda (jimat) maka ia dijadikan Allah bersandar kepada benda itu.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
الا هل أنبتكم ما العضه. ؟ هي النميمة القالة بين الناس.
"Maukah kamu aku beritahukan apakah Adh-h itu ..? Ia adalah perbuatan mengadu-domba, yaitu banyak membicarakan keburukan dan menghasut di antara manusi."
||.HR Muslim.

Dan Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu menuturkan ,bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إن من البيان لسحرا.
"Sesungguhnya di antara susunan kata yang indah itu terdapat kekuatan sihir."
||.HR Bukhari dan Muslim).

📂Kandungan bab ini:
1. Di antara macam sihir (Jibt) adalah iyafah,tharq dan thiyarah.
2. Penjelasan tentang makna iyafah,tharq dan thiyarah.
3. Ilmu nujum (perbintangan) termasuk salah satu jenis sihir.
4. Membuat buhulan,lalu ditiupkan kepadanya termasuk sihir.
5. Mengadu domba juga termasuk perbuatan sihir.
6. Keindahan susunan kata (yang membuat kebatilan seolah-olah kebenaran dan kebenaran seolah-olah kebatilan) juga termasuk perbuatan sihir.
Wallahu ta'ala a'lam

APA YANG DITAKUTKAN PARA PENGEMBAN KEBENARAN?


-
Syaikh Nashir al-Fahd -fakkallahu asrahu- berkata, mengingatkan para ulama yg diam dari berbicara kebenaran tentang kewajiban mereka:
“Wajib bagi para pengemban ilmu untuk menjelaskan hukum-hukum Allah yang terjadi di lapangan, dari hukum muzhaharah (membantu) orang-orang kafir atas (memerangi) kaum muslimin, hukum loyalitas (wala) kepada orang-orang kafir, hukum berdiri bersama kaum muslimin di kala kesusahan mereka, membantu mujahidin melawan musuh mereka Amerika, hukum menguntit mujahidin, memenjarakan mereka dan mempersulit mereka, dan hukum berhukum kepada dewan taghut (PBB_pent) dan masalah-masalah lain yang dibutuhkan kaum muslimin hari ini!
Kita telah melihat sebagian kalangan ahlul-ilmi yang mengingkari dan mencela atas terbunuhnya tiga ribu kafir salibis dalam sekejap, dan tidak berbicara sepatah kata pun atas pembunuhan lebih dari tiga juta anak-anak Iraq yang terbunuh selama 10 tahun, dan atas dua puluh ribu orang Afghan yang terbunuh selama perang salib!
Apa yang dikhawatirkan orang yang berbicara kebenaran?
Apakah takut dibunuh?
Maka apakah ada yang lebih mulia dari Syahid di jalan Allah, dan lebih mulia dari kedudukan syuhada?
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda; “Demi Yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh aku senang jika aku terbunuh di jalan Allah, kemudian aku dibangkitkan kemudian terbunuh, kemudian dibangkitkan kemudian terbunuh, kemudian dihidupkan kemudian terbunuh”.
Apakah takut bencana dan penjara?
Ini adalah jalan para Nabi dan orang-orang shalih, sebagaimana disebutkan dari Sa’ad ibn Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu dia berkata; aku berkata; “Wahai Rasulullah siapakah manusia paling berat ujiannya?” Nabi menjawab; “Para Nabi kemudian yang semisal dan semisal, seseorang diuji sesuai kadar diennya, jika diennya kuat, maka kuatlah ujiannya, jika dalam diennya terdapat kelemahan maka dia akan diuji sesuai dengannya, dan tidaklah seorang hamba selalu mendapat ujian hingga dia berjalan di muka bumi sedang dia tanpa memiliki kesalahan”.
Apakah dia takut terputus rizki dan terlunta-lunta?
Padahal Allah berfirman: {Dan di langit rizkimu dan apa yang dijanjikan untuk kalian} [adz-Dzariat: 22], dan berfirman: {dan tidkalah satu binatang melata pun di muka bumi kecuali atas Allah rizkinya} [Hud: 6] dan berfirman: {Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu, Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui} [Al-‘Ankabut: 60]
Apakah takut fitnah?
Maka adakah fitnah yang lebih besar dari kekufuran dan kesyirikan, menyebarkannya dan diam darinya?
Allah berfirman {dan fitnah itu lebih berat dari pembunuhan} [Al-Baqarah: 191] dan berfirman: {fitnah itu lebih besar dari pembunuhan} [al-Baqarah: 217].

PERBEDAAN MANHAJ ANTARA AHLUSSUNNAH DAN MURJI'AH


════════════════════════

Mengingat kelompok murji’ah berbaju “salafi” semakin berkembang di negeri Indonesia, maka kita patut waspada agar virus #murji’ah ini tidak menyebar dikalangan kaum muslimin.
Dengan mengetahui ciri-ciri mereka dan mengetahui perbedaan Ahlus Sunnah dengan “Salafi” diharapkan kita tidak tertipu dengan ucapan mereka yang mengklaim dirinya ahlus sunnah, namun pada hakekatnya mereka adalah #murji’ah disadari maupun tanpa mereka sadari.
Berikut penjelasannya...
Pertama, ..
perbedaan inti ahlus sunnah dengan salafi..
adalah ahlus sunnah menyakini bahwa seseorang bisa #kafir karena hati, ucapan, maupun perbuatannya dan ahlussunnah menghukumi kafir seseorang berdasarkan dhohir ucapan dan perbuatan seseorang.

Hal ini berdasarkan surat at taubah ayat ke 65-66 yang yang mana Alloh mengkafirkan sekelompok orang yang menghina Rosululloh dan para sahabatnya.
#Sedangkan salafi menghukumi kafir seseorang berdasarkan hatinya, kalo ada seseorang yang mengucapkan dan mengamalkan perbuatan kufur maka salafi belum berani mengkafirkannya sebelum mengetahui isi hatinya.
Kedua,
ahlus sunnah meyakini hilangnya amalan menjadikan hilangnya iman, dan iman itu tidak hilang dengan hilangnya sebagian amal sebagaimana yang dinyatakan oleh khowarij dan mu’tazilah.

Sedangkan salafi meyakini bahwa jenis amalan itu termasuk kesempurnaan iman, bukan rukun dari pada rukun-rukun iman sebagaimana yang dinyatakan oleh ahlus sunnah.
Oleh karena itu, tatkala mereka merealisasikan prinsip ini pada zaman sekarang, maka orang yang melanggar syari’at secara keseluruhan dan berhukum dengan undang-undang orang kafir serta memerangi orang yang menyeru untuk berhukum kepada syari’at islam tidaklah menjadi #kafir , tapi hanya mengurangi kesempurnaan iman.
Ketiga
ahlus sunnah meyakini bahwa iman itu Tasdiq (membenarkan) dan amal (mengerjakan), dan kekafiran itu disebabkan karena Takdzib (mendustakan) dan yang lainnya, seperti berpaling dari ketaatan dan meninggalkan amal secara keseluruhan.

Menurut sebagian dari ahlus sunnah berpendapat bahwa meninggalkan sholat menduduki posisi meninggalkan amal secara keseluruhan.
Sedangkan salafi meyakini iman itu tidak hilang dengan hilangnya seluruh amal, karena kekafiran itu disebabkan karena mendustakan (syari’at), dan karena iman itu bermakna “At Tashdiq” (membenarkan) maka lawan katanya adalah “At Takdzib” (mendustakan), bukan yang lainnya.
Jadi,..
jangan heran ketika penguasa yang berpaling dari syari’at islam mereka masih menganggapnya sebagai #muslim , karena menurut salafi kekafiran itu bila disebabkan oleh pendustaan terhadap syari’at.

Keempat
Ahlus sunnah menganggap orang muslim yang menyekutukan Alloh berarti dia menjadi musyrik walaupun belum tegak hujjah atasnya, dan kafir apabila sudah tegak hujjah, ..

sedangkan salafi meyakini orang yang menyekutukan Alloh itu masih muslim jika belum tegak hujjah atasnya, musyrik hanya perbuatannya sedangkan orangnya masih muslim.
Hal ini karena salafi #tidak bisa membedakan kapan seseorang dikatakan musyrik secara bahasa dengan musyrik secara maknawi.
Jadi... 
menurut salafi kalo dia tidak muslim berarti ya musyrik atau kafir yang berarti kekal di neraka.

Sedangkan menurut ahlus sunnah orang musyrik itu ada yang langsung diadzab dan kekal di neraka dan ada orang musyrik yang diakherat diuji atau terserah atas kehendak Alloh apabila orang ini tidak mempunyai tamakkun (kesempatan) untuk mencari kebenaran.
Kelima
ahlus sunnah dalam membahas masalah syirik secara menyeluruh yang meliputi pembahasan syirik kubur dan syirik dustur, sedangkan salafi hanya membahas masalah syirik kubur sedangkan syirik dustur tidak pernah bibahas, kalaupun dibahas hanya sekilas tentang kewajiban berhukum dengan hukum Alloh, dan itu pun ujung-ujungnya kembali ke hati.
¹

Dan jangan heran kalo ada orang yang menghina Alloh dan Rosulnya dengan membuat hukum yang menandingihukum Alloh, #salafi masih menganggapnya sebagai muslim, ya karena menurut mereka
selama tidak meyakini bolehnya membuat hukum selain hukum Alloh ya berarti mereka #muslim.

Keenam
ahlus sunnah membedakan antara takfir nau’ dan takfir muayyan khusus dalam masalah-masalah yang khofi (samar) seperti fitnah al qur’an makhluk, jadi kalo ada seseorang yang mengatakan al qur’an itu makhluk maka dia tidak langsung dihukumi kafir selama belum tegak hujjah (takfir nau’) adapun setelah tegak hujjah maka dia dihukumi kafir (takfir mu’ayyan).

Sedangkan salafi membedakan antara takfir nau’ dan takfir mu’ayyan dalam masalah yang khofi juga dalam masalah-masalah yang dhohir (jelas), maka tidak heran ketika mereka mendapati orang yang “menginjak-nginjak” al Qur’an dengan sengaja mereka masih saja ragu untuk mengkafirkannya.
Ketujuh
ahlus sunnah membedakan bom bunuh diri dengan bom amaliyah jihadiyyah dan membolehkannya dengan syarat-syarat tertentu.

Hal ini merupakan siasat perang modern untuk membunuh sebanyak-banyaknya musuh dan menggentarkan hati-hati mereka,
sedangkan salafi mengharamkannya secara mutlak, bagi mereka semua orang yang melakukan amalan ini berarti mati #konyol .
Ini akibat mereka tidak paham fiqul waqi’ sehingga menggunakan dalil tidak pada tempatnya. Seperti hadist yang berkaitan dengan orang yang bunuh diri karena frustasi dipakai untuk menyerang mujahidin yang melakukan amaliyyah “bom bunuh diri” untuk tujuan jihad, tentu ini sangat jauh berbedaannya.
Kedelapan
ahlus sunnah membedakan antara keputusan tertentu dengan keputusan yang dinilai sebagai peletakan hukum umum. Ahlussunnah meyakini kufur asghar hanya berlaku bagi penguasa yang melanggar keputusan tertentu dalam keadaan dia menjalankan syari’at islam, dan kufur akbar bagi penguasa yang tidak mau atau enggan menerapkan syari’at islam.

Sedangkan salafi tidak membedakan antara keduanya, hukum kufur akbar hanya berlaku bagi penguasa yang mengingkari kewajiban menerapkan syari’at islam. Jadi dalam masalah ini salafi meniadakan kufur amali.
Kesembilan,
ahlus sunnah membedakan antara tegak hujjah dengan paham hujjah dalam masalah-masalah yang dhohiroh. Adanya al qur’an di tengah-tengah kaum muslimin, maka ini berarti hujjah telah tegak hujjah bagi mereka adapun paham hujjah maka maka diserahkan kepada individu masing-masing apakah mau memahaminya atau tidak.

Sedangkan salafi tidak membedakan antara tegak hujjah dengan paham hujjah, dan jangan heran kalo ada pemerintahan yang melakukan kesyirikan atau kekufuran yang nyata seperti pemerintah yang menerapkan hukum demokrasi, melegalkan bank-bank ribawi, melegalkan prostitusi, dll masih mereka anggap sebagai pemerintahan islam, bahkan menjadikan ulil amri yang harus dita’ati #karena menurut salafi hujjah belum tegak atas mereka, namun anehnya bukannya menegakkan hujjah kepada penguasa tapi salafi malah #menjilat dihadapan penguasa.
Kesepuluh,
ahlus sunnah meyakini sayyid quthb, syaikh abdulloh azzam, syaikh salman al audah, syaikh safar al halawi, dll termasuk ulama dari kalangan ahlus sunnah yang perkataannya bisa diterima dan ditolak, begitu juga dengan syaikh al albani, syaikh ibnu baz, dan syaikh utsaimin mereka juga termasuk ulama ahlus sunnah yang kadang kala benar dan salah, sehingga ahlus sunnah menempatkan mereka secara proporsional.

Sedangkan salafi, ulama mereka hanyalah syaikh al albani, syaikh ibnu baz dan syaikh utsaimin dan ulama yang menjadi murid-murid mereka sedangkan selain mereka dianggap sebagai ahlul bid’ah, khawarij, takfiri, teroris, dll, sehingga tidak heran ketika mereka menganggap sesat orang yang tidak sepaham dengan syaikh mereka.
Kesebelas,
ahlus sunnah berkasih sayang dan berlemah lembut kepada orang mukmin dan bersikap keras terhadap orang kafir dan munafikin.

Sedangkan salafi berkasih sayang dengan orang-orang kafir dan munafikin dan bersikap keras terhadap kaum muslimin.
Hal ini terlihat jelas dari amalan mereka,..
²

lihatlah...
ketika ada sekelompok kaum muslimin yang ingin menerapkan syari’at islam mereka langsung mengatakan “mereka adalah teroris”
sedangkan orang-orang kafir dan musyrik dari kalangan thogut dan anshornya mereka membela nya habis-habisan, bahkan mereka ikut membantu mereka dalam menyerang mujahidin.

Memang benar ungkapan “ salafi adalah murji’ah terhadap penguasa, dan khawarij terhadap kaum muslimin”. Dan salafi (baca: murji’ah) itu selalu bersama para penguasa.
Inna Lillaahi wa Inna Ilaihi rooji’un…
Kedua belas,
ahlus sunnah meyakini bahwa negara yang tidak berhukum dengan hukum Alloh maka disebut negara kafir dan insya Alloh ini yang mendekati kebenaran dari pendapat beberapa ulama seperti pendapat Imam Asy Syarkhasi, Al qadhi Abu Ya’la Al Hanbali dan Ibnu Qayyim dan ulama lainnya yang menyatakan negara islam adalah negara yang diberlakukannya hukum islam atau minimal negara tersebut diantara keduanya seperti pendapat syaikul islam ibnu taimiyyah.

Sedangkan salafi meyakini bahwa selama negara membolehkan mengumandangkan adzan dan sholat berjama’ah maka negara tersebut negara islam walaupun negeri tersebut penuh dengan kekufuran dan kemusyrikan.
Ketiga belas,
ahlus sunnah menganggap bahwa mengetahui fiqih waqi’ merupakan hal yang cukup penting bagi kaum muslimin guna menghadapi makar-makar yang akan dilakukan kaum kuffar terhadap islam.

Sedangkan salafi menetapkan bahwa fiqih waqi’ itu merupakan kekhususan pagi para pemimpin, maka mereka meremehkan dan membodohkan orang-orang yang menyibukkan diri dalam mempelajari fiqih waqi’ tersebut.
Dan tidaklah perisai ini mereka pakai kecuali hanya untuk menutupi kebodohan dan dengan apa yang terjadi di sekitar mereka serta untuk merintangi jihadnya kaum muslimin.
Keempat belas,
ahlus sunnah meyakini bahwa jihad pada hari ini termasuk jihad fie sabilillah dan akan berlangsung sampai hari kiamat, walaupun tidak adanya kholifah atau ulil amri.

Sedangkan salafi meyakini jihad harus bersama ulil amri dan mereka pun menganggap jihad pada hari ini adalah batil dan termasuk bunuh diri, dan orang yang mati syahid di negeri Islam pada hari ini adalah bunuh diri.
Dan kebodohan salafi adalah mereka tidak mau berjihad sampai “ulil amri” nya memerintahkan jihad, tentu ini tidak mungkin, karena tidak ada istilah jihad dalam negara sekuler walaupun negara kita memerintahkan “jihad” tentu bukan untuk membela ISLAM tapi untuk mempertahankan NKRI.
Kelima belas,
ahlus sunnah meyakini bahwa khawarij adalah kelompok yang meyakini orang lain telah kafir dikarenakan kemaksiatan yang ia lakukan, dan keluar kepada penguasa muslim dengan pedang (memberontak).

Sedangkan salafi, menganggap siapa saja yang mengingkari dengan lisan atas kemungkaran yang dilakukan oleh imam maka dia khowarij.
Adapun ahlus sunnah memandang mengingkari imam dengan lisan saja, tanpa mengkafirkan kaum muslimin atau meyakini orang tadi kekal di dalam neraka disebabkan perbuatan dosa besar yang ia lakukan atau karena keluar kepada penguasa dengan pedang, maka orang yang seperti ini tidaklah disebut #khowarij.
Keenam belas,
ahlus sunnah memandang bolehnya menasehati penguasa secara terang-terangan apabila kemungkaran yang dilakukan penguasa juga terang-terangan, seperti seorang wanita yang memprotes khalifah Umar ketika khutbah dimimbar yang hendak membatasi Mahar sebanyak 400 dirham. Juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bersama umat Islam lainnya menuju istana Sultan Ibnu Ghazan untuk menentang kebijakan dan rencana jahatnya bersama Raja Al Karaj untuk menyerang kaum muslimin Damaskus. Inilah yang orang sekarang bilang demonstrasi.

Sedangkan salafi mengharamkan menasehati penguasa secara terang-terangan dan menganggap orang yang melakukan hal tersebut sebagai #khawarij .
Ketujuh belas,
ahlus sunnah meyakini bahwa tidak setiap pemberontakan kepada penguasa disebut khawarij, seperti pemberontakan Muawiyah Khalifah Ali bin Abi Thalib juga pemberontakan Khilafah Bani Abbassiyyah terhadap Khilafah Bani Umayyah.
³

Sedangkan menurut salafi, siapa saja yang memberontak kepada penguasa yang sah, itulah #Khawarij.
Paham seperti ini yang dimanfaatkan thoghut untuk menyerang mujahidin dengan menuduh mujahidin sebagai khawarij anjing-anjing neraka yang darahnya halal untuk ditumpahkan.
Kedelapan belas,
ahlussunnah meyakini bahwa kufur kepada thoghut harus diaplikasikan dengan baro’ kepada pelakunya.

Sedangkan salafi kufur kepada thoghut hanya dilisan semata, ketika mereka diseru untuk kufur kepada thoghut mereka mengingkarinya karena menurut mereka penguasa saat ini bukan #thoghut.
Menurut salafi hanya sistemnya yang thoghut tapi orang yang menjalankan sistem thoghut belum bisa disebut thogut karena mereka masih #sholat.
Adapun ahlussunnah meyakini bahwa siapa saja yang menjalankan sistem thoghut secara langsung dengan tanpa paksaan maka dia secara otomatis disebut #thoghut .
Kesembilan belas,
ahlus sunnah meyakini bahwa untuk menegakkan syari’at islam pada saat ini harus dengan dakwah dan jihad.

Sedangkan salafi mempunyai prinsip untuk menegakkan syariat islam cukup dengan tasfiyah dan tarbiyah semata dan jihad yang paling afdhol pada saat sekarang ini adalah jihad melawan hawa nafsu karena jihad qital menurut mereka hanya bisa dilaksanakan harus bersama ulil amri.
Sedangkan kita tahu bahwa ulil amrinya salafi adalah orang #sekuler , sehingga mana mungkin ulil amri ini akan memperintahkan jihad.....??
Kedua puluh,
ahlus sunnah mengharamkan ikut berpartisipasi dalam pemilihan umum karena pemilihan umum pada hakekatnya adalah memilih “tuhan” yang akan menandingi Alloh dalam hal pembuatan hukum (tasyri’) yang ini merupakan hak khusus bagi Alloh.

Sedangkan sebagian salafi ada yang membolehkan nyoblos (baca: memilih arbab) dengan alasan memilih calon pemimpin atau wakil rakyat yang terbaik guna kemaslahatan kaum muslimin. Salafi tidak peduli hakekat dari pemilihan umum tersebut.
Kedua puluh satu,
ahlus sunnah meyakini bahwa takfir kepada orang tertentu (takfir muayyan) dalam masalah-masalah dhohiroh kepada orang yang melakukan kesyirikan dan kekufuran yang nyata merupakan hak setiap kaum muslimin yang paham tauhid, tentu apabila syarat-syaratnya sudah terpenuhi. Sedangkan takfir muayyan dalam masalah-masalah yang khofiyah maka hal ini diserahkan kepada ulama atau hakim ahlul ijtihad karena masalah khofiyah perlu penegakkan hujjah oleh seorang ahli sebelum dikafirkan.

Sedangkan salafi meyakini bahwa takfir muayyan adalah hak khusus ulama, sehingga salafi merupakan sekte jama’ah yang anti takfir muayyan.
Note..
Sebenarnya masih banyak perbedaan antara ahlus sunnah dengan “salafi” namun saya kira penjelasan diatas sudah mencukupi.
Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan bermanfaat bagi pembaca. .
Wallohu a’lam.
══════════