Oleh: Arifin Alfatih
Dakwah politik cenderung baru dalam khazanah penerapan metode dakwah. Meskipun pada faktanya dakwah politik bukan lagi sesuatu yang baru dan tabu, hanya saja dakwah politik ini tidak diperkenalkan lebih awal sehingga sebagian orang merasa asing dengan istilah ini.
Bahkan tidak sedikit orang menganggap bahwa politik itu kotor, identik dengan perebutan kekuasaan dan seabrek sebutan negatif lainnya, sehingga untuk menggabungkan antara dakwah dan politik, sebagian orang akan merasa risih, mengapa politik dibawa keranah dakwah, sehingga terkesan bahwa dakwah sedang dipolitisasi dan lain sebagainya. Padahal istilah politik itu sendiri merupakan istilah yang netral, tergantung untuk apa dan bagaimana Ia digunakan. Ini disebabkan karena persepsi yang mereka bentuk dalam memaknai politik adalah menggunakan persepsi dan definisi politik yang digunakan oleh barat yang amat sempit.
Mayoritas pakar ilmu politik barat mendefenisikan politik sebagai aktifitas merebut dan mempertahankan kekuasaan. Berbicara politik dalam kacamata barat sekuler berarti berbicara tentang bagaimana meraih dan mempertahankan kekuasaan tanpa memiliki aturan dengan cara apa dan bagaimana merebut dan mempertahankannya.
Bagaimana dengan islam? Politik dalam Islam dikenal dengan istilah ‘siyasah’. Dalam bahasa Arab politik disebut dengan Istilah siyasah berasal dari akar kata sasa-yasusu-siyasatan, yang bermakna mengurus/mengatur. Sederhananya politik dalam pandangan Islam adalah aktifitas pengaturan terhadap urusan masyarakat(ri'ayah syu'unil ummah). Pelaku politik dinamakan politisi atau Siyasiyun. Dengan kata lain, politik berarti memelihara(ri’ayah), memperbaiki (islah), meluruskan (taqwim), mengarahkan (irsyad), dan mendidik (ta’dib). Dalam buku-buku yang ditulis oleh para ulama salaf(generasi terdahulu), politik Islam dikenal dengan istilah siyasah syar’iyyah. Salah seorang ulama yang pernah menulis tentang siyasah syar’iyyah adalah Syeikh Ibnu Taimiyah yang diberi judul ‘’as Siyasah asy-Syar’iyyah’’.
Berdasarkan defenisi politik menurut perspektif Islam di atas, maka kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa politik dalam Islam adalah aktifitas mengurus dan mengatur serta memelihara urusan umat dengan hukum Islam. Dari defenisi ini, maka jelaslah bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw adalah aktifitas politik. Sebab Rasulullah Saw mengurus dan mengatur serta memelihara urusan umat dengan menjalankan syariat Islam. Peristiwa hijrah pun merupakan satu peristiwa politik, kedudukan Rasulullah yang semula hanya sebagai rakyat biasa menjadi pemimpin politik tertinggi di Madinah, maka aktifitas hijrahpun dengan lugas terbaca sebagai aktifitas sekaligus peristiwa politik.
Sementara itu defenisi Islam sebagai agama yang diturunkan Allah SWT melalui perantaraan Jibril as dan disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. Mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, yang tercantum dalam akidah dan ibadah. Mengatur hubungan manusia dengan dirinya yang tercantum dalam perkara akhlak, makanan, dan pakaian, serta mengatur hubungan manusia dengan manusia dan makhluk lainnya yang tercantum dalam perkara muamalah dan uqubat/sanksi. Pendek kata, Islam adalah agama yang mengatur setiap aspek kehidupan manusia secara keseluruhan tanpa terkecuali.
Oleh karena itu jelaslah bahwa Islam tidak hanya sekedar agama ritual dan spiritual saja, akan tetapi Islam juga mengajarkan tentang politik. Maka dari itu jelaslah pula bahwa Islam dan politik tidak dapat dipisahkan sebagaimana aturan lain yang telah ditetapkan oleh Allah swt dalam agamanya.
Kekuasaan merupakan salah satu cabang dari aktifitas politik, dan Rasulullah Saw selaku pemimpin negara Islam, beliau bertindak sebagai pengatur urusan umat, sesuai dengan makna politik yang sebenarnya. Politik berkaitan erat dengan kekuasaan, politik itu identik dengan kekuasaan dan Islam ini tidak akan bisa tegak tanpa ada kekuasaan.
Kita tentu tahu, saat Rasulullah Saw mendakwahkan Islam di Mekah kurang lebih selama 13 tahun lamanya, tetapi beliau hanya mendapatkan pengikut yang sedikit dan beliau tidak bisa menerapkan Islam secara total di Mekah, itu dikarenakan Nabi Muhammad tidak memiliki kekuatan melalui kekuasaan politik.
Akan tetapi ketika beliau hijrah ke Madinah dan setelah diangkat menjadi kepala negara di sana, beliau kemudian secara langsung memproklamirkan berdirinya negara Islam dan sekaligus menerapkan Islam secara menyeluruh dalam wilayah kekuasaan beliau, itu disebabkan karena beliau telah memiliki kekuasaan secara politik, yaitu menjadi kepala negara. [Dari berbagai sumber]
No comments:
Post a Comment
- Harap bekomentar sesuai dengan judul postingan
- Tidak diperbolehkan mempromosikan barang atau berjualan
- Bagi yang berkomentar menyertakan link dianggap spam
==> SELAMAT BERKOMENTAR .... :D