Punya sahabat sejati memang keinginan semua orang,
terutama aku “Effie Edwina Sista” yang kata mamah papah si arti namaku
berarti teman yang berharga, jujur dan mulia. Rasanya aku sangat
bersyukur punya nama tersebut, karena sepertinya aku melihat cerminan
dari nama ku itu, Zara dia adalah sahabat yang selalu ada, disaat
senang, sedih, ketika ada kebahagiaan kita saling berbagi, ketika ada
duka kita saling mengasihi. Dia sepeti bagian hidup dalam hidupku.
Kami bersahabat dari awal masuk SMP dan sampai
sekarang kami kelas 2 SMA, beruntungnya aku sejak SMP sampai SMA
selalu sekelas dengan Zara itulah yang membuat aku dan Zara menjadi
sahabat dekat. Tetapi di kelas 2 ini kami tidak sekelas karena kami
masuk jurusan yang berbeda, aku masuk jurusan IPS dan Zara masuk
jurusan IPA. Zara bagiku sangat baik walaupun dia sering mempermainkan
laki-laki, bahkan sampai menangis berlutut dihadapannya, bisa
dikatakan dia tidak punya perasaan. Apapun yang dia inginkan asal dia
senang dia akan melakukannya. Beda sekali denganku menyakiti laki-laki
saja rasanya aku tak tega apalagi membuatnya sampai menangis karnaku.
* * *
Waktu sudah pukul 06.45, oh tidak aku akan terlambat.
Aku turun dari mobil Ayahku yang mengantarku sampai depan gang
sekolah. Aku langsung menuju gerbang, gerbang sekolahku cukup jauh
mobil Ayah tidak muat. Aku harus berlari dan tiba-tiba terasa ada
senggolan, aku tersungkur, semua buku cetak yang ada ditangan
tiba-tiba berantakan di aspal. Aku langsung terbangun dan membereskan
buku-bukuku ternyata aku tidak sendirian di situ, ada seorang
laki-laki yang ikut membantuku dan dia berkata “maaf aku ga sengaja,
aku sudah terlambat aku harus mendatangi guru piket“. Belum aku
bicara, setelah selesai membereskan buku dia melesat pergi begitu
saja. Kesal sekali padahal banyak kata-kata yang ingin ku lontararkan.
Tapi mulutku bungkam ketika melihat wajahnya. Tampan sekali, hampir
satu menit aku tediam di jalan seperti orang bodoh. Setelah sadar dari
lamunan, aku melanjutkan lari menuju kelasku. Tidak terjadi apa-apa
guru di kelasku belum masuk.
Pelajaran pertama berjalan dengan lancar, aku dan Zara
pergi ke Kantin untuk mancari makanan, mengisi perut yang sudah lama
protes. Walaupun kita tidak sekelas tetapi dimana ada Zara disitu ada
aku. Ketika kami sedang duduk santai, tiba-tiba mataku tertuju pada
satu arah disana. Orang itu, yang tadi pagi membuat buku-buku cetak ku
berantakan.
“hei kenapa kau melamun seperti itu ?” Tanya Zara
“za dia sangat tampan.” Jawabku
“siapa?” Tanya Zara penasaran
“dia, rambutnya yang hitam begitu menawan, bentuk
tubuhnya yang seperti manekin pria, senyumnya manis, lesung pipinya
menambah kesempurnaan.” jawabku sambil menunjuk pria yang sedang
berjalan itu.
Tapi Zara melihatnya dengan kaget dan raut mukanya yang tidak biasa.
“oh dia anak baru di kelasku, kamu naksir?” Jawab Zara dengan raut yang tak biasa dan aneh
“ya ra aku naksir, sepertinya dia bisa mengobati luka traumaku.”
Aku memang sudah lama mengalami trauma cinta, sejak
putus dengan Kevin pacarku ketika aku duduk di kelas 1 SMA, aku seperti
mati rasa, tidak pernah mengalami perasaan suka lagi, apalagi cinta,
tapi kini aku seperti menemukan sesuatu yang baru dalam hidupku.
“ baiklah akan aku carikan informasi tentang dia buat sahabatku yang sangat tergila-gila ini.” ledek Zara
“ baiklah akan aku carikan informasi tentang dia buat sahabatku yang sangat tergila-gila ini.” ledek Zara
“Terimakasih sahabatku”
Zara memang paling mengerti tentang apa yang aku mau,
aku yakin segera dia akan mendapatkan banyak informasi tentang cowok
ganteng itu, karena dia banyak dekat dengan geng laki-laki di sekolah
kami, diapun bisa mencari informasi dengan mudah.
* * *
Keesokannya Zara sudah mendapatkan informasi tentang
dia, bahkan bukan hanya sekedar informasi kecil, namun seperti biodata
lengkap. Namanya Brian Lutfy Sananta, dia anak baru di kelas XI IPA 5,
dia pindahan dari Banten, rumahnya tak jauh dari sekolah, Dia pindah
karena tugas orangtuanya, tapi yang paling aku terkejut dia
menyebutkan Brian sangat menyukai warna coklat. Ko Zara bisa secepat
itu tau warna kesukaannya, padahal dia baru sekolah sehari apa mungkin
perkenalan di kelasnya sedetail itu ? tapi aku tak terlalu
memikirkannya.
Hari ini pulang sore, karena ada tambahan jam eskul.
Aduh biasanya sore begini ayah telat jemput, aku menunggu di Halte
depan sekolahku. Tak berapa lama kemudian, cowok tak asing lagi bagiku.
Yaa Brian Lutfy Sananta, dia baru saja keluar dari gerbang sekolah
dan dia akan lewat di depanku, rasanya jantungku berdetak lebih
kencang dari biasanya. Tapi tak hanya sekedar lewat, dia berhenti di
depan saat mata ku memandangnya dengan lurus .
“hei, belum pulang ?” Tanya dia dengan ramah diiringi senyuman.
“belum ,tadi ada jam eskul, kamu sendiri baru pulang ?”
“ yaa tadi masih mengurus kepindahanku, oh iya maaf ya
kemaren aku tidak sengaja menabrakmu aku langsung kabur begitu saja,
soalnya aku sedang buru-buru, bagaimana kalau menebus kesalahanku aku
menemanimu menunggu jemputan ? “
Aku
seperti sedang bermimpi, orang yang sedang mengisi hatiku ada di
depanku, apa yang ingin ku katakan rasanya semuanya membisu, aku tak
mampu berkata-kata .
“baiklah“ aku jawab dengan sangat bersemangat J
Tak terasa waktu memang berputar cepat, jemputanku
sudah datang aku harus mengakhiri perbincangan ku dengan Brian padahal
aku ingin lebih lama bersamanya. Sejak pertemuan pertama kami, kami
jadi sering bertemu dan mengobrol, bahkan kami sudah bertukar nomer hp,
kadang setiap ada waktu kami sering telfonan hanya sekedar mengobrol.
Sepertinya dia bisa menjadi teman yang asik.
* * *
Sudah lama aku ingin menceritakan kedekatanku dengan
Brian kepada Zara tapi akhir-akhir ini dia sibuk, bahkan kami jarang
sekali bertemu, aneh rasanya seperti Zara sedang menjaga jarak
denganku. Tapi aku dengar-dengar kini dia sedang dekat dengan teman
sekelasnya,ohh… ketika mendengar berita itu pikiranku menyeruak apakah
BRIAN LUTFY SANANTA? jika itu terjadi rasanya hatiku tidak ingin lagi
jatuh cinta, aku pasti akan mengalami mati rasa yang kesekian kalinya,
aku tidak ingin mempunyai sahabat lagi, bahkan ketika telingaku mampu
mendengar aku ingin tuli saja, aku ingin tusukkan ujung pisau yang
tajam dari belakang di hati sahabatku. ahh pikiranku memang gampang
berlebihan, tak mungkinlah sahabat baik seperti Zara tega seperti itu .
Hari minggu, aku ingin mengajak Zara ke mall karena
sedang ada big sale, biasanya kami memang tak mau kelewatan belanja
jika ada big sale. Tapi yang buat aku kecewa dia tak mau menemaniku,
dia bilang ada acara . hmm yaa sudah aku akan mengajak Randy saja. Dia
tetangga ku yang paling baik hati. Cowok ganteng yang terlalu baik
dengan ku. Tapi sayang usia kami terpaut jauh, aku hanya menganggapnya
sebagai kaka, walaupun kadang perhatianya berlebihan buat seorang
kaka.
Akhirnya setelah aku bujuk dengan rayuan paling
manisku ka Randy pun tidak berfikir panjang untuk bersedia
mengantarku. Kami pergi tepatnya jam 03.00 sore, kamipun langsung
menuju mall sasaran yang mengadakan big sale dengan menggunakan motor
ninjanya yang bermodif keren berwarna coklat .
Kami memutuskan untuk makan terlebih dahulu, sebelum berburu baju, tas, sandal dan accecories lainnya.
Hei apa yang aku lihat, dengan siapa Zara asik
mengobrol tertawa-tawa lepas, seorang laki-laki yang aku kenal, tak
asing lagi, dia adalah Brian Lutfy Sananta. Apa yang Zara lakukan
dengannya ? kakiku berhenti tak mampu melanjutkan langkahku. aku lemas
seperti tak berdaya disitu. Ingin aku rasanya berhenti mendengar
tawanya yang begitu menunjukan tawa bahagia, ingin rasanya aku menutup
mataku rapat agar tidak melihat kemesraan yang mereka buat, ingin
kutusukkan ujung pisau yang tajam lalu ku tancapkan di tengah bagian
hatinya, ku cabik robek hingga tak tampak seperti hati, karena dia
adalah orang yang tak pantas punya hati, hati yang kotor namun ku kira
ia bersih, hati seorang ZARA VELYC ANDIN.
Disaat air mataku tak mampu menahan balutan lukaku,
ditanganku seperti ada rasa lembut menyelimuti, ya ka Randy sepertinya
dia sedekit mengerti apa yang aku rasakan karena diapun melihat
kebersamaan Zara dengan lelaki itu. Ka Randy mengenal betul
kepribadianku, seperti dia adalah cerminan dari diriku. Tak
berkata-kata Ka Randy langsung menarik tanganku menuju Cafe, akupun
seperti boneka mainan yang sedang dikendalikan pemiliknya, tanpa
mengelak aku langsung berjalan.
Di Cafe aku menceritakan semua yang terjadi, tapi ka
Randy seperti menenangkan hatiku, air martaku yang tadi menetes kian
terhapus. Kata-kata nasehatnya yang begitu menyentuh mampu
mengembalikan suasana. Setelah berbelanja puas ka Randy mengatarku
pulang.
* * *
Setelah kejadian itu hatiku selalu diselimuti
kegalauan, aku belum mampu melihat wajah Zara si pengkhianat itu.
Ketika pulang sekolah tiba-tiba Zara ada di depan kelasku, oh tidak itu
pertama kali aku melihat muka pengkhianat seperti tak berdosa itu
menampakkan senyum manisnya, harus berkata apa aku ? apakah aku harus
marah ? mencabik-cabik mukanya ? dan tiba-tiba dari arah berlawanan,
Brian menghampiri kami, oh pembawa luka satu datang lagi. Zara tampak
bingung dan gemeteran seperti sedang mengalami ketegangan saat
menghadapi ujian nasional saja. Tapi yang terfikirkan oleh ku adalah
tidak meluapkan semua emosiku.
“Zara tenang saja aku sudah tau semua “
“ tau apa ? “
“kau berpacaran bukan dengan Brian ?“
Itu kata terakhirku lalu pergi meninggalkan mereka
Zara
mengejarku begitupun Brian, Sampailah kita di taman sekolah, Zara
menyuruhku berhenti, ya aku turuti saja permintaan pengkhianat itu tapi
mungkin untuk terakhir kalinya.
Zara menjelaskan semuanya, bahwa dia dengan Brian
memang bukan teman biasa, sebelum Brian pindah dia adalah teman Zara
sejak kecil ketika tinggal di Banten, bahkan mereka sempat menjalin
hubungan, ketika Zara pindah mereka lost contact, dan kini cinta yang
dulu dipertemukan kembali. Tapi pertemuan yang tidak tepat, membuat
mereka harus berkhianat, Zara menutupinya dariku karena dia tak ingin
melihatku meraskan sakit hati lagi.
Tapi kini, aku merasakan sakit yang amat melebihi
sakitku dikhianati cinta, sakit dikhianati orang yang sangat dipercaya.
Sejak itu aku memutuskan tidak akan ada permusuhan, biar saja aku
mengalami sakit karena sakit ini aku yang membuatnya sendiri, berfikir
kembali ketika awal pertemuan dengan Brian, kalau saja aku tidak telat
saat itu, tidak akan aku merasakan sakit hati sekarang.
Aku memutuskan untuk tetap berteman dengan Zara
walaupun dia tidak akan aku anggap lagi sebagai sahabatku, karena
seorang sahabat tak akan mungkin melukai hati sahabatnya dengan
sengaja. Dan Brian dia hanyalah sepenggalan cerita kecil yang mengotori
hatiku, dan membuat luka yang amat mendalam.
-the end-
No comments:
Post a Comment
- Harap bekomentar sesuai dengan judul postingan
- Tidak diperbolehkan mempromosikan barang atau berjualan
- Bagi yang berkomentar menyertakan link dianggap spam
==> SELAMAT BERKOMENTAR .... :D