Banyak dari kita yang beruntung punya
orang tua atau keluarga yang berkecukupan dan tidak ragu untuk membantu
kebutuhan finansial anak-anaknya. Bahkan, beberapa orang tua memberikan
tanggungan yang tidak lebih besar ketika anaknya makin beranjak dewasa.
Biaya kuliah, biaya hidup sehari-hari, belum biaya kendaraan, apalagi
biaya senang-senang atau nge-hitz masih ditanggung orang tua.
Gak ada yang salah, kok. Orang tua pasti bekerja keras agar bisa
membiayai anak-anaknya dengan berkecukupan, jadi kualitas hidup mereka
juga semakin meningkat dan lebih baik dari hidup mereka sebelumnya.
Lagipula, pasti akan lebih jelas kan uangnya lari kemana. Tapi, kalau
kamu udah masuk umur 22, sepertinya sudah tepat deh waktunya untuk kamu
mulai berhenti, atau setidaknya mengurangi “jajan” yang diberikan oleh
orang tua kamu.
Berikut nih, beberapa alasan kenapa penting kamu mulai belajar hidup mandiri dari orang tuamu pas umur 22.
1. Kamu Bukan Anak Kuliah Lagi
Tamat Kuliah dan mulai bekerja, umur 22 itu tahapan penting dalam
hidup kamu memulai hidup mandiri secara finansial. Ketika kamu masih
kuliah, masih sangat wajar kalau kamu maish sepenuhnya bergantung ke
orang tua, karena fokus hidup kamu itu untuk menggali ilmu
sedalam-dalamnya dan mengejar kehidupan kuliah yang lurus nan rajin.
Sekarang, dengan status kamu sebagai sarjana, kamu dituntut untuk bisa
menggunakan kemampuan dan ilmu kamu sebaik-baiknya di dunia profesional.
Tuntutan ini juga diikuti dengan harapan kamu bisa mulai membangun
hidup kamu lebih mandiri, termasuk dalam urusan keuangan
2. Kamu Mulai Bekerja
Kita yang beruntung sudah lulus kuliah pun mulai memasuki dunia
kerja, mulai dari pengalaman magang, menyusun tesis, bahkan gak sedikit
yang sudah punya posisi tertentu di perusahaan.
Dengan mulai masuk
ke dunia kerja, kamu pun mulai mendapatkan gaji yang lumayan (ini masih
tergantung tempat kerja kamu, tapi kalau dilihat dari UMR udah lumayan
kok). Semua perubahan ini harus kamu ikuti dengan keinginan untuk
menyokong kebutuhan kamu sehari-hari, sesuai dengan agenda yang kamu
susun. Belajar sedikit menjauh dari keluarga soal uang apalagi hanya
untuk keinginan kamu senang-senang dan fokus ke memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Jadi, siap-siap berhemat dan gunakan uang kamu dengan
pinter ya.
3. Kalau Udah Mulai, Bakal Susah Berhenti
Wajar kalau kamu masih suka minta sedikit uang jajan orang tua ketika
tiba-tiba butuh duit beli bensin, atau minta THR pas hari raya. Tapi,
kalau kamu masih minta orang tua untuk biaya telepon bulanan atau buat
belanja makanan sehari-hari diluar rumah, kayaknya kamu harus mulai
mengubah perilaku kamu dan mengubah kebiasaan lama ketika kuliah.
Kalau
keluarga kamu masih mau menanggung sih gak ada masalah, tapi jangan
ambil keuntungan dari sikap sayang orang tua kamu. Yakinkan diri kamu
kalau kamu bisa kok bertahan hidup (!) dari uang kamu sendiri. Mulai
perubahan ini buat keluarga kamu, bayangkan kalau duit yang mereka
gunakan untuk menanggung kamu maish bias mereka simpan untuk tabungan
mereka di hari tua, atau untuk membiayai adik-adik kamu atau anggota
keluarga kamu yang lain yang masih belum punya pendapatan. Selama 22
tahun kamu sudah disokong orang tua, mulai hormati mereka dengan
menunjukan kemandirianmu.
4. Mulai Paham Mana yang Penting
Kalau kamu mulai hidup mandiri lebih cepat, kamu akan mulai terbiasa
mengatur keuanganmu sendiri. Dengan tanggungan masih diri sendiri,
seharusnya udah harus pintar memilah mana yang harus diprioritaskan dan
mana yang bisa ditunda.
Untuk memulai, coba biasakan diri kamu
membuat daftar belanja bulanan dan daftar pengeluaran kamu dalam
sebulan. Kamu jadi sadar kemana aja uang kamu digunakan dan bisa lebih
cermat memilah pengeluaran kamu di bulan selanjutnya. Kamu mungkin mulai
bisa menyisihkan sebagian pengeluaran yang kurang penting untuk
ditabung buat masa depan kamu.Hitung-hitung investasi kalau nanti udah
berkeluarga dan udah ada 'tanggungan’, yakin deh gak akan keteteran
karena udah terbiasa.
5. Orang Tuamu Pasti Akan Lebih Bangga
Pas kamu mulai memenuhi kebutuhan finansialmu sendiri, rasa bangga
dari orang tua kamu pasti bakal tumbuh. Mereka akan lebih percaya
kompetensi kerjamu, dan kemampuanmu mengatur hidupmu sendiri tanpa
bayang-bayang mereka. gak bakal deh ada orang tua marah-marahin kamu
yang boros habisin duit mereka, atau bahkan sampai berdebat panjang
dengan mereka hanya karena masalah duit. Yang ada, mereka malah kasih
kepercayaan ke kamu nanti bisa membantu mereka jadi penyokong keluarga
dimasa depan. Bangga banget dong.
Jadi, buat kamu yang umur 22 (atau lebih) sudah siap mulai hidup mandiri?
'Witing tresno jalaran soko kulino.' Cinta bisa datang
karena terbiasa. Saya setuju dengan pepatah jawa tersebut. Maka dari itu
saya bukan penganut kepercayaan bahwa laki-laki dan perempuan bisa
sekedar berteman. Salah satu diantaranya pasti ada perasaan yang tidak
sengaja muncul. Tapi sayangnya sering kali perasaan yang muncul hanya
dari sepihak. pihak lainnya? Ya biasanya saja. sebiasa setiap sore beli
bakso didepan rumah misalnya, gada istimewa-istimewanya wong sudah biasa
beli atau sebiasa buang air besar di pagi hari.
Kamu tidak bisa
memilih kepada siapa akan jatuh cinta atau merasa ‘nyaman’. Termasuk
kepada teman baikmu atau bahkan sahabatmu sendiri. Perasaan itu muncul
begitu saja tanpa kamu sadari lajunya. kamu terbiasa dengan semua
kebersamaan kalian. Terbiasa dengan semua percakapan kalian, baik lisan
maupun sekedar chatting sepanjang hari. Kamu dan dia adalah dua orang
yang merasa saling menemukan tanpa perlu mencari telalu jauh. saling
melengkapi tanpa tapi. Kalian bersikukuh hubungan kalian hanya sekedar
‘sahabat’ tanpa embel-embel apapun. Tapi orang-orang disekitarmu mulai
mempertanyakan status ‘pertemanan’ kalian yang sudah dinilai berlebih.
Dia
terlihat biasa saja dengan penilain orang-orang disekitar kalian.
Selalu menanggapi dengan santai setiap omongan. karena memang baginya:
tidak apa-apa diantara kalian. Tapi diam-diam kamu membenarkan omongan
orang-orang disekitar kalian. Karena dalam setiap kebersamaan kalian
yang dianggap wajar oleh dia, terselip desir aneh yang kamu tutupi
semampu yg kamu bisa. demi apa? demi terus menghabiskan banyak hal
dengan dia. Demi ‘persahabatan’ kalian yang sudah terjalin lama. kamu
berpikir bahwa perasaanmu akan berpengaruh banyak pada hubungan kalian
yang tadinya baik-baik saja. kamu takut dia menghindarimu dan
persahabatan kalian selesai.
Bagi saya hal-hal semacam ini wajar
sekali terjadi. tidak ada yang salah dari ‘mencintai’ sahabatmu sendiri,
bagi saya. Karena toh tidak ada yang bisa memilih kepada siapa akan
jatuh cinta atau merasa ‘nyaman’. Kebersamaan yang datangnya tidak
sengaja, disadari atau tidak olehnya mulai menumbuhkan rasa yang biasa
disebut ‘cinta’. Kamu jatuh cinta pada kepribadiannya.
Kamu jatuh cinta
pada caranya berpikir dan melihat dunia. Kamu jatuh cinta pada setiap
kebersamaan kalian yang tercipta begitu saja. kamu terbiasa dengan
kehadirannya disaat kamu ‘butuh’. Melepaskan penat dengan sekedar duduk
semeja dan menceritakan banyak hal. Dengannya kamu cukup menjadi diri
sendiri tanpa ada yang ditutupi, tapi dia adalah orang yang selalu
menuntutmu untuk maju.
Saya tidak tau seberapa besar perasaan yang
kamu, dia atau kalian rasakan. Dan seberapa manis ‘persahabatan’ mu
dengan dia. Saya juga tidak tau kamu akan memilih ada disampingnya
sebagai sekedar ‘sahabat’ atau ‘teman hidup’. Yang perlu kamu tau, tidak
semua hal berjalan sebagaimana yang kamu pikirkan. Kamu bisa saja
berpikir bahwa dia (sahabatmu) juga merasakan desir yang aneh pada
setiap kebersamaan kalian. Juga berpikir dia sama kuwalahannya mengatasi
detak jantungnya yang bertambah kencang setiap kali kalian tidak
sengaja bertukar pandang. Tapi ingat ya dek, itu hanya dugaanmu,
pikiranmu, tebakanmu sendiri. Nyatanya? Belum tentu.
Masing-masing manusia menanam benih kenangannya sendiri, atau bersama
pasangan. Kadang benih itu tumbuh jadi pengalaman yang berharga di masa
depan. Kesalahanmu dalam memilih pasangan tak selamanya berujung dengan
penyesalan. Sebab pengalaman pahit itu mengajarkan banyak hal yang bisa
jadi batu loncatan untuk lebih baik lagi saat mencari pasangan.
Setidaknya tak salah juga mengucap terima kasih pada mantanmu.
Ada kebaikan yang nggak secara langsung bisa kita ambil dari
perilakunya dulu. Semoga saja dari situ kamu bisa membangun dirimu lebih
baik lagi. Jangan salah, kadang pengalaman pahit adalah jalan paling
istimewa untuk memperoleh manisnya hidup di hari depan.
1. Jadi tahu karakter yang benar-benar cocok untuk jadi pasangan. Karena yang baik belum tentu cocok denganmu
Mengerti karakter pasangan bukan perkara gampang, kalau pun bisa
dilihat dari sikapnya, kadang saat-saat tertentu dia berubah jadi sosok
yang tak pernah terduga. Kegagalan dalam memilih pasangan menyadarkan
kamu saat harus memilih calon pasangan di kemudian hari. Melalui
karakternya kita jadi tahu, tipikal cowok seperti apa yang mampu
menerima kita.
2. Paham sekali sama yang niatnya serius atau pacaran cuma mau main-main saja
Selama pacaran dulu mungkin kamu pernah kecewa, keseriusanmu
dipandang sebelah mata. Usahamu untuk melanjutkan hubungan ke arah yang
lebih serius pun gugur karena dia selalu saja main-main. Akhirnya kalian
mengakhiri hubungan ini, kebaikannya adalah bekal pengalaman untuk
menilai keseriusan calon pasangan di lain kesempatan lagi. Kamu jadi
tahu mana pasangan yang benar-benar menyeriusimu.
3. Dulu kamu beranggapan punya pacar rupawan itu kebanggan, tapi ternyata fisik bukan segalanya saat sikapnya mengecewakan
Nggak bisa dipungkiri, dia itu sosok rupawan dan sangat menarik untuk
dipandang. Sayangnya, kegemilangannya nggak sejalan dengan sikap dan
sifatnya. Banyaknya perhatian yang datang akhirnya mendatangkan sosok
ketiga yang menghancurkan hubungan. Dari situ kamu tahu bahwa penampilan
fisik bukan yang utama. Kalian sekarang melihat seseorang jauh lebih
dalam lagi. Syukurilah…
4. Kemapanan memang penting, tapi uang bukan segalanya untuk membangun cinta dan kebahagaian
Dia punya pekerjaan tetap, pemasukkan yang nggak sedikit serta pasti
keuangan terjamin untuk hari depan. Sayang sekali, dia nggak bisa
mengelola dengan baik. Kesibukkannya membawamu pada kejenuhan, belum
lagi dia juga menjalani hubungan dengan orang lain. Dengan begini,
kemapanan ternyata belum cukup untuk menjalin hubungan. Kemapanan dan
kasih sayang harus berimbang.
5. Pacaran bukan untuk waktu sekarang saja, tapi juga masa depan. dan kamu sadar kalau dia tak pernah sedewasa yang dikira
Punya pasangan yang dewasa adalah kelebihan, kadang di waktu tertentu
pasangan bisa menghibur dan memberikan petuah bijak yang menenangkan.
Sayang sekali, sikapnya sama sekali nggak dewasa, dia bahkan nggak
berpikir hubungan ini akan dibawa lebih jauh dan lama lagi. Kamu
sekarang jadi paham bagaiman menata hubungan supaya bisa langgeng,
memilih calon pasangan yang punya sikap visioner.
6. Cinta pada
pandangan pertama boleh saja, tapi pada kenyataannya kamu harus
benar-benar kenal sebelum jadian. Biar tak menyesal kemudian
Dulu kamu mengenalnya hanya sekali dua kali pandang, menjalin
hubungan pacaran yang rasanya membutakan. Satu sama lain tidak saling
mengerti keinginan masing-masing. Setelah putus, kamu nggak mau lagi
asal jadian, kamu jadi membuka kesempatan untuk berkenalan lebih lama
lagi. Semoga saja kamu dapat mengerti isi hati calon pasangan, sikap dan
pendiriannya karena perkenalanmu yang lama juga.
7. Dia yang
penuh keburukkan secara nggak langsung mengajarkan kita untuh lebih siap
menghadapai risiko pahit dalam menjalin hubungan di hari depan
Apapun di dunia, segala hal yang akan dilakukan selalu sejajar dengan
risiko yang mengiringi. Begitupun hubungan, hubungan di masa lalu yang
penuh dengan gejolak dan akhirnya berakhir berantakan adalah batu
loncatanmu sekarang. Kamu jadi siap menghadapi risiko karena banyak
pengalaman telah kamu dapatkan sebelumnya.
Menaruh segala
kebencian pada mantan memang nggak dilarang, tapi ada baiknya menghapus
kebencian itu jadi kebanggaan, paling tidak kamu punya satu lagi koleksi
mantan menyebalkan. Layaknya sebuah kenangan, hal-hal pahit di masa
lalu akan terus berkembang, entah jadi layu atau semakin mekar,
tergantung bagaimana kamu menyikapinya. Semoga di lain kesempatan
masing-masing kalian dipertemukan dengan harapan yang jadi nyata.